Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo menegaskan takkan ikut berkampanye mendukung salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Hal tersebut dia sampaikan usai meninjau Tol Limapuluh, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara.
"Jika pertanyaannya apakah saya akan kampanye, saya jawab tidak, saya tidak akan berkampanye," ujarnya, dikutip dari siaran keterangan pers di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (7/2).
Dia mengaku sempat menyampaikan adanya aturan yang membolehkan Presiden untuk berkampanye. Namun, bukan berarti pernyataan itu menjadi sinyal bahwa dia akan turun berkampanye bagi salah satu pasangan capres-cawapres.
Presiden Jokowi juga mengimbau seluruh masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dan datang ke TPS untuk memberikan suara pada 14 Februari mendatang.
"Saya ingin menegaskan kembali bahwa ASN, TNI, Polri, termasuk BIN harus netral dan menjaga kedaulatan rakyat," katanya.
Presiden Jokowi juga meminta KPU, Bawaslu, dan seluruh jajaran sampai ke daerah bersikap profesional, dan memastikan integritas Pemilu.
"Kita semua harus menjaga Pemilu yang damai, yang jujur, yang adil, menghargai hasil Pemilu dan bersatu-padu kembali untuk membangun Indonesia," ujarnya.
Ketentuan Presiden boleh berkampanye
Ketika memberikan keterangan pers di Lanud Halim Perdanakusuma pada Januari lalu, Jokowi menyatakan Presiden berhak memihak dan melakukan kampanye, tetapi tak boleh menggunakan fasilitas negara untuk melakukannya dalam pemilihan umum.
“Ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap Menteri (pun) sama saja. Presiden itu boleh lho kampanye, presiden itu boleh lho memihak. Tapi, yang paling penting, waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Kita ini pejabat publik, sekaligus pejabat politik,” ujarnya.
Menurutnya, tidak ada ketentuan yang melarang Presiden maupun Menteri untuk memihak salah satu calon Presiden atau calon Wakil Presiden. Tapi, keputusan itu akan kembali kepada individu masing-masing.
“Semua itu pegangannya aturan, kalau aturannya boleh, ya silakan, atau aturannya enggak boleh [berarti] tidak,” katanya.
Aturan kampanye dan sikap Presiden dijelaskan dalam Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu menyebutkan larangan bagi pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kampanye Pemilu untuk melibatkan sejumlah pihak, termasuk Ketua Mahkamah Agung, hakim agung, dan hakim di bawah Mahkamah Agung.
Hal ini juga mencakup larangan terhadap ketua dan wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan, gubernur, deputi gubernur senior Bank Indonesia, serta pejabat dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah.
Selain itu, UU Pemilu melibatkan aturan yang mengikat presiden apabila ingin terlibat dalam kegiatan kampanye pemilu. Pasal 281 ayat (1) mengatur bahwa presiden yang ingin ikut kampanye harus mematuhi ketentuan-ketentuan tertentu.
Salah satunya adalah larangan untuk menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Presiden juga diwajibkan menjalani cuti di luar tanggungan negara sebagai syarat untuk terlibat dalam kegiatan kampanye.
Selain itu, terdapat larangan terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, baik dengan pasangan calon maupun calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Regulasi tersebut memberikan batasan yang ketat terhadap keterlibatan Presiden dalam proses kampanye pemilu.