Jakarta, FORTUNE - Pemerintah berencana menaikkan pajak sepeda motor berbahan bakar minyak (BBM) untuk mempercepat ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binnsar Panjaitan mengatakan, rencana yang masih dibahas dan akan diusulkan dalam rapat bersama presiden tersebut bertujuan untuk menekan konsumsi bahan bakar berbasis fosil dan menurunkan subsidi yang digelontorkan pemerintah.
Meski belum ada kejelasan mengenai kapan kebijakan tersebut akan dimulai, wacana untuk menekan konsumsi BBM lewat mekanisme pajak sebenarnya telah dibahas pemerintah saat menyusun Peraturan Pemerintah No.98/2021 tentang implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk pencapaian target NDC dan pengendalian GRK dalam pembangunan.
Dalam Pasal 58 beleid tersebut, pemerintah mengatur pungutan atas karbon sebagai salah satu penerapan NEK, di samping perdagangan karbon dan pembayaran berbasis kinerja (performance-based payment).
Pungutan dimaksud dapat berupa pajak oleh pemerintah pusat dan daerah, pungutan bea dan cukai, serta pungutan negara lainnya atas barang dan jasa yang memiliki atau berpotensi mengandung karbon serta atas kegiatan yang berpotensi menghasilkan emisi karbon.
Ketentuan pajak karbon sendiri telah tertuang dalam Undang-Undang No.71/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan tiga pekan sebelum PP 98/2021 ditetapkan. Pungutan pajak akan diterapkan terhadap emisi karbon yang berdampak negatif terhadap lingkungan melalui pasar karbon dan peta jalan (roadmap) pajak karbon.
Dalam konteks implementasi pajak karbon, Pasal 13 UU HPP menetapkan jadwal sebagai berikut:
- 2021, fokus pada pengembangan mekanisme perdagangan karbon.
- 2022-2024, implementasi mekanisme perpajakan berdasarkan batas emisi (cap and tax) untuk sektor pembangkit listrik, terbatas pada PLTU Batu Bara.
- 2025 dan seterusnya, implementasi penuh perdagangan karbon dan perluasan sektor perpajakan karbon secara bertahap, dengan memperhatikan kesiapan sektor terkait, kondisi ekonomi, dan kesiapan pelaku, serta mempertimbangkan dampak dan skala.
Artinya, pemerintah memang telah jauh-jauh hari berencana melakukan perluasan sektor perpajakan karbon secara bertahap mulai 2025. Namun, perlu dicatat bahwa pemungutan pajak karbon yang diamanatkan dimulai April 2022 oleh UU HPP hingga saat ini masih belum terealisasi.
Pada Agustus 2022, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal, Adi Budiarso, mengatakan penerapan kebijakan itu akan mempertimbangkan kondisi perekonomian domestik di tengah ketidakpastian global.
"Prinsip penyesuaian pajak karbon terjangkau dan diterapkan secara bertahap untuk mendukung penyesuaian dan transisi energi yang berkelanjutan. Kami telah merancang peta jalan pajak karbon hingga tahun 2025. Sayangnya karena situasi ekonomi global, penerapan pajak karbon telah ditunda," kata Adi.
Pungutan atas karbon lewat penjualan BBM
Dalam pernyataannya, Luhut tidak menyebut bahwa kenaikan pajak kendaraan bermotor merupakan bagian dari implementasi pajak karbon. Namun, jika mengacu pada Undang-Undang No.1/2022 tentang Harmonisasi Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) baru akan dikenakan paling tinggi sebesar 1,2 persen dan PKB kedua dan seterusnya akan dikenakan paling tinggi 6 persen.
Di luar tersebut, terdapat pajak khusus (opsen) yang dapat diterapkan pemerintah provinsi, yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota yakni sebesar 2 persen bagi kendaraan baru dan 10 persen bagi kendaraan kedua dan seterusnya.
Artinya, jika mengacu pada UU HKPD, tarif PKB sepeda motor baru sebenarnya sudah dibatasi. Jika menilik PP 98/2023, pungutan atau pajak atas karbon memang dapat diberlakukan terhadap pembelian sepeda motor BBM—yang merupakan barang berpotensi mengandung karbon.
Selain sepeda motor, pemerintah sendiri sebetulnya sempat mewacanakan pengenaan pajak karbon atas penjualan BBM. Namun, pembahasan lebih lanjut kebijakan tersebut masih belum jelas sampai saat ini.
Di sisi lain, Kementerian ESDM juga menghitung adanya potensi kenaikan harga BBM jika pajak tersebut diimplementasikan. Dengan harga karbon US$2 per ton CO2e, misalnya, akan terdapat tambahan harga Rp64 untuk tiap liternya. Kemudian, harga karbon US$5 per ton CO2e, maka tambahan biaya bagi konsumen bisa mencapai Rp159 per liter.
Karena itulah, dalam lokakarya pelingkupan Strategic Environmental and Social Assessment (SESA) Mekanisme Transisi Energi Indonesia (ETM), pada 26-27 Januari 2023, kenaikan inflasi atas penerapan pajak karbon jadi salah satu perhatian yang mengemuka saat diskusi berlangsung.