Jakarta, FORTUNE - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mencatat produksi listrik 3.586 GWh pada kuartal III-2023.
Jumlah tersebut naik 4,3 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, dan telah mencapai 79,27 persen dari target 4.524 GWh pada akhir 2023.
Direktur Operasi Pertamina Geothermal Energy, Ahmad Yani, mengatakan Kamojang menjadi area paling produktif dengan produksi 1.281 GWh pada periode ini—disusul oleh Lahendong 664 GWh.
Ia juga mengungkap sejumlah faktor utama yang memberikan stimulus peningkatan produksi tersebut.
Pertama, keberhasilan perseroan dalam menanggulangi bottleneck pada Ulubelu (Unit 1-4). Ini menjadi faktor penentu yang memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan produksi PGE sepanjang kuartal ketiga ini.
Faktor utama lainnya adalah pemeliharaan area Karaha dari November 2021 hingga Maret 2022, serta adanya sejumlah perbaikan yang dilakukan secara besar-besaran pada sejumlah area pembangkit listrik panas bumi (PLTP).
"Perbaikan tersebut sudah kami kerjakan pada PLTP Ulubelu Unit 3 pada kuartal II-2022, PLTP Lahendong Unit 5 & 6 di kuartal I-2022, dan inspeksi tahun pertama PLTP Lumut Balai unit 1 pada kuartal III-2022," paparnya dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa (31/10).
Pendapatan dari bursa karbon
Terkait pendapatan perdana sejak partisipasinya di bursa karbon Indonesia, PGE berhasil membukukan US$732.000 atau Rp11,3 miliar. Ahmad Yani mengatakan hal ini menjadi landasan yang positif dalam melangkah ke depan.
Ia juga menyambut baik tambahan pemasukan yang dibukukan dari perdagangan bursa karbon Indonesia. Kontribusi PGE dari pasar karbon domestik ini diperoleh dari diterbitkannya 864.209 Ton CO2eq karbon pada September 2023.
"PGE sudah berpengalaman mengelola proyek kredit karbon sejak 2011. Listrik yang dihasilkan dari panas bumi ini memiliki jejak emisi karbon 10 kali lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik dari sumber daya tak terbarukan. Hal ini mencerminkan komitmen kami dalam mendukung upaya pemerintah dalam mencapai target net zero emission," kata Ahmad Yani.
Dia menjelaskan bahwa karbon kredit yang dihasilkan oleh PGE tersebut dihasilkan dari proyek Karaha (Unit 1), Ulubelu (Unit 3 dan 4), dan Lahendong (Unit 5 dan 6). "Untuk Lumut Balai (Unit 1 dan 2) saat ini masih dalam tahap verifikasi," tambahnya.
Sementara itu, untuk perdagangan di Bursa Karbon Indonesia, PGE melibatkan proyek Lahendong (Unit 5 dan 6), yang merupakan hasil kerja sama dengan PT Pertamina Power Indonesia (PPI) sejak April 2023.
Secara teknis, penjualan karbon Pertamina Group ini dilakukan oleh PPI yang merupakan subholding Power & New Renewable Energy (PNRE). Sementara, PGE hanya berperan dalam menyediakan pasokan karbon yang dibutuhkan investor di Bursa Karbon Indonesia.
"Ke depannya, PGE akan tetap berfokus untuk memperkuat posisinya di sektor energi baru dan terbarukan (EBT), khususnya panas bumi guna menyediakan akses ke energi bersih yang andal dan terjangkau," ujarnya.