Jakarta, FORTUNE - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi penambahan jaringan gas (Jargas) hingga akhir 2024 hanya akan mencapai 850.000 sambungan rumah (SR).
Laode Sulaiman, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengatakan jumlah tersebut sangat sedikit mengingat program yang telah berlangsung lebih dari satu dekade.
Terlebih, pemerintah menargetkan pembangunan jargas hingga 2,5 juta sambungan pada tahun ini.
"Kita sudah 14 tahun membangun jargas dengan APBN, kemudian juga beberapa tahun ini—empat, lima tahun terakhir—PGN atau badan usaha juga sudah cukup mengupayakan," ujarnya dalam Forum Group Discussion (FGD) bertema “Gotong Royong Membangun Jargas: Menguji Skema Efektivitas KPBU,” Selasa (29/10).
Karena itulah, ujar Laode, pemerintahan Prabowo Subianto mencanangkan tiga prioritas pada sektor energi.
Pertama, meningkatkan lifting migas. Kedua, menggenjot produksi LPG. Terakhir, memperluas jaringan gas (jargas).
Menurutnya, jargas penting sebagai solusi untuk mengurangi penggunaan LPG bersubsidi, apalagi sebagian besar permintaan LPG di Tanah Air dipenuhi dari impor.
Per tahun ini, berdasarkan catatan Kementerian ESDM, permintaan LPG telah mencapai 8,8 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya berkisar dua juta ton.
"Ini tantangan, karena juga harus disubsidi. Karena itu, jargas diharapkan dapat mengonversi sebagian, sehingga kita upayakan secara masif jargas dikembangkan agar kita bisa menurunkan impor yang sudah sangat membebani," ujarnya.
Pada sisi lain, penggunaan gas juga akan semakin besar untuk kebutuhan transisi energi menuju target net zero emissions. Berdasarkan kajian International Energy Agency (IEA) dan Global Energy Mix, gas akan menjadi tulang punggung transisi energi karena menghasilkan emisi lebih rendah ketimbang batu bara dan minyak bumi.
"Kalau kita lihat dari sini, dari bahan bakar fosil yang turun dan akan digantikan oleh EBT (energi baru terbarukan), yang dominan turun hanya batu bara dan minyak bumi. Tapi gas stabil. Artinya apa? Semua negara di dunia sebenarnya sampai 2050 masih menjadikan gas sebagai andalan menuju net zero emissions," katanya.
Meski demikian, menurutnya, pemerintah menghadapi sejumlah tantangan dalam mendorong pembangunan jargas. Pertama, dari sisi keekonomian yang berkaitan dengan permintaan yang masih rendah.
"Memang di Indonesia agak berbeda dari negara empat musim, di mana mereka mengonsumsi gas dalam volume besar, terutama saat musim dingin. Jadi, konsumsi rumah tangga di negara-negara tersebut cukup besar, tapi di negara tropis seperti kita, konsumsi tidak bisa sebesar itu," ujarnya.
Tantangan lainnya berasal dari sisi penerimaan di masyarakat yang belum menganggap jargas aman.
"Kemudian, ada masalah koordinasi juga. Ada Pemda yang mendukung, ada yang kurang mendukung. Ini masalah. Kadang kita mau bangun MRS saja tidak ada lokasinya dari Pemda. Nah, ini yang jadi tantangan juga. Lalu, aspek keselamatan juga seperti apa. Kalau kita mau masuk ke apartemen, kita harus koordinasi dengan kementerian lain," katanya.