Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, belanja pajak yang digelontorkan pemerintah untuk Pembebasan PPN pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp231 triliun. Sementara itu, jika PPN naik menjadi 12 persen sesuai skenario awal, tanpa adanya perlakuan khusus terhadap barang-barang yang dianggap tidak mewah, maka belanja pajaknya akan meningkat menjadi Rp265,6 triliun.
"Nilai dari barang dan jasa yang tidak dipungut PPN-nya itu terhadap penerimaan yang kita sebutkan sebagai fasilitas, untuk tahun ini diperkirakan mencapai Rp231 triliun. PPN yang tidak diperoleh dari barang dan jasa yang PPN-nya dinolkan, meskipun Undang-Undang menyebutkan PPN sebesar 11 persen," jelasnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Rabu (11/12).
Pembebasan PPN selama ini diberlakukan terhadap barang-barang kebutuhan pokok serta barang dan jasa lainnya untuk memenuhi asas keadilan. Hal ini mencakup komoditas seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, penjualan buku, vaksinasi, rumah sederhana dan rusunami, hingga pemakaian listrik dan air.
"Selama ini, pelaksanaan dalam menjalankan Undang-Undang, termasuk untuk PPN, pemerintah telah dan terus memberikan keberpihakan kepada masyarakat luas terhadap komoditas barang dan jasa yang memberikan dampak kepada masyarakat luas," ujar Sri Mulyani.
"Jadi, hal yang sama juga akan dilakukan pada saat PPN menjadi 12 persen. Barang-barang kebutuhan pokok tersebut tetap akan nol persen PPN-nya," imbuh Bendahara Negara.
Sebagai informasi, PPN merupakan kontributor terbesar penerimaan pajak dalam postur APBN dengan persentase mencapai 25,7 persen. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, PPN dalam negeri (PPN DN) masih mampu tumbuh 6,9 persen (neto) menjadi Rp434,67 triliun pada November 2024. Hal ini terutama didorong oleh pertumbuhan positif sektor perdagangan besar, khususnya bahan bakar dan kelapa sawit.