Sri Mulyani Ungkap Alasan Cukai MBDK Belum Diterapkan

Masih membahas standar gula sehat.

Sri Mulyani Ungkap Alasan Cukai MBDK Belum Diterapkan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2024). ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani membahas penerapan cukai minuman berpemanis dan plastik.
  • Keputusan implementasi cukai masih perlu dibahas, terutama untuk minuman berpemanis yang lebih kompleks.
  • Kementerian Keuangan menimbang kondisi ekonomi domestik dalam implementasi cukai plastik. 

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan cukai plastik masih terus dibahas beberapa kementerian dan lembaga.

Meskipun target penerimaan kedua jenis cukai tersebut telah masuk dalam postur anggaran, keputusan mengenai waktu implementasinya masih perlu dibahas.

Terutama, untuk Cukai MBDK yang pembahasannya lebih kompleks dibandingkan dengan cukai plastik.

"Kita akan lihat dari sisi timing-nya, mengenai kondisi ekonomi, urgensi pengenaannya, dan target yang sudah ditetapkan dalam APBN. Untuk [cukai minuman] berpemanis itu, kondisinya mungkin lebih kompleks lagi. Karena Undang-Undang kesehatan mensyaratkan, bahwa minuman berpemanis itu masuk dalam undang-undang kesehatan," katanya di di Komisi XI DPR RI, Selasa (19/3).

Sri Mulyani menyatakan kementeriannya masih terus mencermati pembahasan yang dilakukan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, serta pelaku usaha dalam urusan kadar gula dalam makanan dalam kemasan. Karenanya, pihaknya perlu berkonsultasi tidak hanya kepada kementerian/lembaga terkait, melainkan juga Presiden dan DPR untuk memutuskan tarif dan implementasi cukai MBDK.

"Memang sudah mulai muncul berbagai reaksi karena adanya pembahasan antara K/L," ujarnya.

Dalam implementasi cukai plastik, Kementerian Keuangan perlu menimbang kondisi perekonomian domestik.

"Untuk yang plastik, kita sudah beberapa kali menyampaikan di sini. Kita membuat penilaiannya adalah mengenai masalah kondisi ekonomi saja: apakah kalau ini kondisinya sedang membaik kita tambahkan cukai, maupun juga dari sisi urgensinya. Jangan lupa bahwa waktu bicara tentang cukai ini, tujuannya adalah untuk [menekan] konsumsi karena dianggap barang yang berbahaya bagi lingkungan atau kesehatan," katanya.

Sudah ditargetkan pada APBN

Dirjen Bea dan Cukai, Askolani, belum dapat memastikan kapan pembahasan dan implementasi cukai MBDK dan plastik tersebut dimulai.

"Sesuai dengan yang sudah disepakati sebelumnya di Komisi XI, dan bila sudah selesai pada waktunya nanti akan dikonsultasikan dengan Komisi XI. Sampai saat ini kebijakannya belum final," ujarnya.

Sebagai konteks, implementasi cukai MBDK dipertanyakan oleh Wakil Ketua Komisi XI Dolfie O.F.P lantaran target penerimaannya telah tertuang dalam APBN 2024.

"Total Rp6,1 triliun. Kalau target itu enggak dicapai, itu ditutup dengan apa. Padahal kita mendesain belanja karena penerimaannya kita yakini, ternyata ada Rp6 triliun yang penerimaannya belum kita yakini," katanya.

Magazine

SEE MORE>
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024

Most Popular

Daftar Sektor Berpotensi Tuah Manfaat Program Prabowo-Gibran
Sritex (SRIL) Pailit, Bagaimana Nasib Investor Publik dan Sahamnya?
BEI dan Target IPO 2025, Juga Upaya Mewujudkannya
Sritex Dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang
52 K/L Belum Pungut Denda dan Kurang Bayar, Total Rp3,44 Triliun
Laba Bersih Kuartal III Anjlok 28%, Unilever Enggan Ikut Perang Harga