Fortune Recap
- Menteri Keuangan Sri Mulyani membahas penerapan cukai minuman berpemanis dan plastik.
- Keputusan implementasi cukai masih perlu dibahas, terutama untuk minuman berpemanis yang lebih kompleks.
- Kementerian Keuangan menimbang kondisi ekonomi domestik dalam implementasi cukai plastik.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan cukai plastik masih terus dibahas beberapa kementerian dan lembaga.
Meskipun target penerimaan kedua jenis cukai tersebut telah masuk dalam postur anggaran, keputusan mengenai waktu implementasinya masih perlu dibahas.
Terutama, untuk Cukai MBDK yang pembahasannya lebih kompleks dibandingkan dengan cukai plastik.
"Kita akan lihat dari sisi timing-nya, mengenai kondisi ekonomi, urgensi pengenaannya, dan target yang sudah ditetapkan dalam APBN. Untuk [cukai minuman] berpemanis itu, kondisinya mungkin lebih kompleks lagi. Karena Undang-Undang kesehatan mensyaratkan, bahwa minuman berpemanis itu masuk dalam undang-undang kesehatan," katanya di di Komisi XI DPR RI, Selasa (19/3).
Sri Mulyani menyatakan kementeriannya masih terus mencermati pembahasan yang dilakukan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, serta pelaku usaha dalam urusan kadar gula dalam makanan dalam kemasan. Karenanya, pihaknya perlu berkonsultasi tidak hanya kepada kementerian/lembaga terkait, melainkan juga Presiden dan DPR untuk memutuskan tarif dan implementasi cukai MBDK.
"Memang sudah mulai muncul berbagai reaksi karena adanya pembahasan antara K/L," ujarnya.
Dalam implementasi cukai plastik, Kementerian Keuangan perlu menimbang kondisi perekonomian domestik.
"Untuk yang plastik, kita sudah beberapa kali menyampaikan di sini. Kita membuat penilaiannya adalah mengenai masalah kondisi ekonomi saja: apakah kalau ini kondisinya sedang membaik kita tambahkan cukai, maupun juga dari sisi urgensinya. Jangan lupa bahwa waktu bicara tentang cukai ini, tujuannya adalah untuk [menekan] konsumsi karena dianggap barang yang berbahaya bagi lingkungan atau kesehatan," katanya.
Sudah ditargetkan pada APBN
Dirjen Bea dan Cukai, Askolani, belum dapat memastikan kapan pembahasan dan implementasi cukai MBDK dan plastik tersebut dimulai.
"Sesuai dengan yang sudah disepakati sebelumnya di Komisi XI, dan bila sudah selesai pada waktunya nanti akan dikonsultasikan dengan Komisi XI. Sampai saat ini kebijakannya belum final," ujarnya.
Sebagai konteks, implementasi cukai MBDK dipertanyakan oleh Wakil Ketua Komisi XI Dolfie O.F.P lantaran target penerimaannya telah tertuang dalam APBN 2024.
"Total Rp6,1 triliun. Kalau target itu enggak dicapai, itu ditutup dengan apa. Padahal kita mendesain belanja karena penerimaannya kita yakini, ternyata ada Rp6 triliun yang penerimaannya belum kita yakini," katanya.