Jakarta, FORTUNE - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami surplus sebesar pada Juli 2024, yakni sebesar US$470 juta atau US$0,47 miliar.
Meski demikian, surplus tersebut turun US$1,92 miliar jika dibandingkan dengan capaian bulan sebelumnya yang sebesar US$2,39 miliar, serta lebih rendah dari periode sama pada 2023 yang sebesar US$1,29 miliar.
Surplus neraca perdagangan Juli 2024 ditopang oleh komoditas nonmigas, yaitu sebesar US$2,61 miliar, dengan komoditas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral, terutama batu bara, lemak dan minyak nabati, serta besi dan baja.
Meski demikian, surplus neraca non migas Juli 2024 lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan lalu yang sebesar US$4,43 miliar, maupun bulan yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai US$3,20 miliar.
Sementara itu, neraca perdagangan komoditas migas mengalami defisit US$2,13 miliar dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah.
Pada departemen ekspor dan impor, surplus neraca perdagangan Juli 2024 ditopang oleh ekspor yang mencapai US$22,21 miliar atau meningkat 6,55 persen dari Juni 2024 serta lebih tinggi 6,46 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Penyumbang utama peningkatan ekspor Juli 2024 salah satunya adalah sektor pertambangan dan lainnya.
Sebaliknya, nilai empor Indonesia mencapai US$21,74 miliar atau mengalami peningkatan 17,28 persen secara bulanan dan 11,07 persen secara tahunan.
"Penyumbang utama peningkatan nilai impor bulanan dan tahunan adalah impor bahan baku penolong," ujar Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers, Kamis (15/8).
Indonesia pun mengalami surplus neraca perdagangan dengan beberapa negara, dan tiga terbesarnya adalah Amerika (US$1,27 miliar), India (US$1,23 miliar) dan Filipina (US$740 juta).
Komoditas penyumbang surplus pada neraca dagang dengan Amerika adalah perlengkapan elektronik serta bagiannya dan pakaian serta aksesoris; surplus dengan India, disumbang oleh bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani/nabati serta besi dan baja; sedangkan Filipina melalui komoditas kendaraan dan bagiannya, bahan bakar mineral serta besi dan baja.
Indonesia juga mengalami defisit neraca perdagangan dengan beberapa negara, dengan tiga yang terdalam terhadap Tiongkok sebesar US$1,7 miliar, Australia US$602 juta, dan Singapura US$402 juta.
Sementara itu, secara kumulatif hingga Juli 2024, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$15,92 miliar atau mengalami penurunan sebesar US$5,28 miliar dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu.