Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan 22 negara telah menahan ekspor komoditas pangan menyusul ancaman Krisis Pangan akibat perubahan iklim.
Hal tersebut, menurutnya, perlu diwaspadai mengingat pemerintah juga bergantung pada impor sejumlah komoditas pangan dari negara lain.
Jika masalah tersebut tidak diantisipasi, inflasi harga pangan bergejolak (volatile food)—terutama dari komoditas beras—akan meningkat. Apalagi, Indonesia baru saja menghadapi kemarau panjang yang menyebabkan penurunan panen beras dalam negeri.
"Dulu yang namanya impor beras semua negara menawarkan. 'Saya punya stok, saya punya stok'. Sekarang 22 negara membatasi ekspor pangan," ujarnya saat memberikan sambutan dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023, Rabu (29/11).
Ancaman inflasi juga datang dari gangguan rantai pasok akibat perang, dan disrupsi tersebut juga dapat berpengaruh pada harga energi global.
"Dampak dari perang yang ada harus sama-sama kita antisipasi. Karena kalau sudah yang namanya perang, gangguannya ke mana-mana. Gangguan rantai pasok global, lonjakan harga pangan, lonjakan harga energi, akan terdampak semuanya," kata Presiden Jokowi.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi kembali mewanti-wanti soal kondisi dunia yang masih penuh dengan ketidakpastian.
Di Amerika Serikat, misalnya, inflasi dan suku bunga tinggi menyebabkan tekanan terhadap pasar keuangan di negara berkembang. Demikian pula dengan masalah pelambatan ekonomi dan krisis properti Tiongkok yang membuat ekspor mitra dagangnya—termasuk Indonesia—merosot.
Masalah geopolitik
Belum lagi menyoal tensi geopolitik yang kian sulit diprediksi.
"Perang Ukraina. Enggak ada hujan, enggak ada angin, tahu-tahu perang. Gaza. Enggak ada hujan, enggak ada angin tahu-tahu perang. Semua negara itu inginnya kalau mau perang memberi tahu dulu, jadi kita bisa siap-siap apa yang harus disiapkan," katanya.
Kondisi seperti itu, kata dia, membuatnya rajin menghadiri konferensi dan pertemuan internasional untuk melihat perkembangan terbaru, dan menyiapkan berbagai langkah mitigasi di dalam negeri.
"Saya selalu ingin menghadiri konferensi, summit, pertemuan internasional karena ingin mendengar ini sebenarnya mau lari ke mana; perangnya masih lama atau besok bisa berhenti. Dampaknya apa terhadap ekonomi kita. Dampaknya apa terhadap pangan di negara kita. Dampaknya apa terhadap energi terutama yang berkaitan dengan harga," ujarnya.
Dalam dua pekan terakhir, dia bahkan dua kali mengunjungi Arab Saudi untuk mengikuti pertemuan penting para pemimpin dari berbagai negara dan mencari tahu tentang perkembangan geopolitik terkini.
"Saya hanya ingin mendengar konflik di Gaza akan seperti apa. Israel-Palestine akan sampai kapan. Karena yang hadir saat itu 57 negara. Tapi di akhir summit, saya dalam hati menyimpulkan bahwa memang perangnya tidak mungkin disetop dalam waktu dekat. Oleh sebab itu, dampak dari perang yang ada harus sama-sama kita antisipasi," katanya.