Efek Domino, Ini Sektor yang Kena Imbas PPN 12% Barang Mewah

PPN 12% bisa berdampak domino ke kelas menengah.

Efek Domino, Ini Sektor yang Kena Imbas PPN 12% Barang Mewah
Sejumlah warga melintasi zebra cross di Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Minggu (15/5). (ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • PPN 12 persen untuk barang mewah akan berdampak pada industri otomotif dan properti
  • Barang mewah seperti kendaraan premium, perhiasan, barang elektronik mahal, dan properti tertentu terkena kenaikan pajak
  • Kenaikan tarif pajak dapat mempengaruhi harga sewa, biaya perawatan, dan biaya bahan bangunan

Jakarta, FORTUNE - Industri otomotif hingga Properti dinilai bakal terkena imbas kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk Barang Mewah pada tahun 2025 mendatang. 

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menjelaskan, dalam konteks pajak, barang mewah biasanya mencakup produk seperti Kendaraan Bermotor premium, perhiasan, barang elektronik mahal, dan properti dengan nilai tertentu. 

"Properti dengan harga tertentu yang masuk dalam kategori barang mewah akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi, dan ini dapat berdampak pada harga sewa, biaya perawatan, atau bahkan biaya bahan bangunan. Begitu pula kendaraan," kata Achmad melalui keterangan tertulis kepada Fortune Indonesia yang dikutip di Jakarta Senin (9/12).

 

PPN 12% bisa berdampak domino ke kelas menengah

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/nym.

Salah satu argumen yang sering digunakan untuk mendukung kebijakan ini adalah bahwa pajak tersebut hanya akan memengaruhi kalangan atas atau mereka yang mampu membeli barang-barang mewah.  Namun, jika kita telaah lebih dalam, dampak dari kebijakan ini tidak sesederhana itu dan dapat menyebabkan efek domino. 

"Peningkatan tarif PPN untuk barang mewah, meskipun secara langsung menyasar kelompok ekonomi atas, juga akan memberikan dampak yang merambat ke kelompok masyarakat menengah dan kecil," kata Achmad. 

Batasan nilai barang yang dianggap mewah juga masih tidak jelas dan sering kali tidak sesuai dengan daya beli masyarakat pada tingkat menengah ke bawah. Salah satu efek yang sering diabaikan dari kebijakan seperti ini adalah dampak tidak langsung terhadap barang dan jasa lain yang terkait dengan barang mewah tersebut. 

Sebagai contoh, peningkatan PPN untuk kendaraan bermotor mewah dapat mempengaruhi industri pendukung seperti layanan perbaikan, asuransi, hingga suku cadang. 

"Jika produsen dan penyedia jasa di sektor ini menaikkan harga untuk menyesuaikan dengan kenaikan tarif pajak, maka masyarakat menengah yang menggunakan produk atau layanan tersebut juga akan terdampak," katanya. 

Kenaikan harga barang mewah dapat memicu kenaikan harga barang lain di pasar. Hal ini terutama terlihat pada sektor yang memiliki rantai pasok panjang, seperti industri makanan, konstruksi, dan transportasi. 

Untuk itu, lanjut Achmad, Pemerintah harus menetapkan batasan yang jelas mengenai barang apa saja yang termasuk dalam kategori mewah. Hal ini penting untuk menghindari kesalahan pengenaan pajak pada barang yang sebenarnya merupakan kebutuhan bagi masyarakat menengah.

Kenaikan PPN harus diimbangi dengan insentif bansos

Proses penerimaan bansos. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoiruans)

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira berpandangan bahwa kenaikan PPN 12 Persen harus di imbangi terlebih dahulu dengan pemberian bantuan tunai hingga subsidi tambahan bagi masyarakat menengah ke bawah. Meski kenaikan PPN hanya untuk barang mewah, dampak dari kebijakan ini akan tetap beresiko tinggi. 

"Apabila bantuan diberikan 2-3 bulan kemudian tarif PPN tetap naik menjadi 12 persen maka dampak ke ekonomi tetap negatif. Bantuan hanya bersifat temporer, sementara kenaikan tarif PPN 12 persen akan berimbas pada jangka panjang," jelas Bhima. 

Sementara itu, kebijakan ini juga dikhawatirkan bakal menaikan inflasi nasional pada 2025. Ia beranggapan, terdapat fenomena pre-emptives inflation atau inflasi yang mendahului tarif pajak baru.

Magazine

SEE MORE>
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024

IDN Channels

Most Popular

Cara Memaksimalkan Diskon PLN 50% Token Listrik Semua Daya
8 Perusahaan Siap IPO Januari 2025, Intip Harga Sahamnya
10 Perusahaan Teknologi Terbesar Dunia, Apa Saja?
11 Brand Indonesia yang Sering Dikira dari Luar Negeri
Cara Pinjam Uang di DANA Premium, Alternatif Dana Cepat!
Inflasi 2024 Terendah Sepanjang Sejarah, Ini Penyebabnya