Jakarta, FORTUNE - BPJS Kesehatan bakal menaikan tarif Iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Juni 2025 mendatang. Kebijakan ini dilakukan untuk mengantisipasi kondisi keuangan yang defisit hingga potensi gagal bayar Klaim BPJS Kesehatan dalam dua tahun mendatang.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlul Ruby di sela-sela peluncuran Buku “Tabel Mortalitas Penduduk Indonesia” di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Senin (11/11). Ali bahkan menyatakan, BPJS Kesehatan sudah hampir empat tahun tidak menaikan iuran. Padahal, bila mengacu pada undang-undang, besaran iuran harus dievaluasi selama dua tahun sekali.
“Akhir Juni atau awal Juli 2025 akan ditentukan, kira-kira berapa iuran, target manfaat, dan juga tarif (akan disesuaikan)," ujar Ali.
BPJS Kesehatan terancam defisit Rp20 triliun dan gagal bayar
Ali bahkan menyatakan, besaran iuran yang tidak naik dalam 4 tahun belakangan membuat BPJS Kesehatan terancam defisit hingga Rp20 triliun pada akhir tahun 2024. Untuk itu, diharapkan masyarakat memahami kondisi tersebut.
"Kalau tahun 2024 potensi defisit itu kira-kira sekitar Rp20 triliun. Namun kami pastikan tidak ada gagal bayar, mungkin sampai tahun 2026, Makanya tahun 2025 (tarif) mau disesuaikan," kata Ali.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby menjelaskan bahwa kondisi keuangan badan jaminan kesehatan ini telah mengalami ‘besar pasak daripada tiang’.
“Artinya lebih besar biaya layanan yang kita berikan dibandingkan dengan biaya iuran yang kita terima. Tetapi belum gagal bayar, karena masih ada cadangan,” kelas Ruby.
Dari data BPJS Kesehatan, pada 2023 nilai penerimaan iuran mencapai Rp 149,61 triliun, namun pembayaran beban jaminan klaim mencapai Rp 158,85 triliun. Sedangkan, pada Oktober 2024, penerimaan hanya mencapai Rp 133,45 triliun, namun pembayaran jaminan klaim mencapai Rp 146,28 triliun.
Di sisi lain, Peraturan Presiden (Perpres) nomor 59 tahun 2024 tentang penghapusan kategori kelas rawat inap 1-2-3 menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) juga sedang dijalankan. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) juga telah melakukan simulasi tarif kelas standar dengan besaran Rp100 ribu dan Rp125 ribu per bulan untuk tiap peserta.
Namun demikian, saat ini BPJS Kesehatan masih menerapkan kelas 1,2,3 dengan rincian tarif untuk kelas III sebesar Rp35.000 per bulan (subsidi Rp7.000 dari Pemerintah). Kelas II dengan tarif Rp100.000 per bulan, dan kelas I dengan tarif Rp150.000 per bulan.
BPJS Kesehatan perkuat data kesehatan kependudukan
Masih dalam kesempatan tersebut, untuk meningkatkan kualitas dan informasi kondisi kesehatan dan perekonomian masyarakat, BPJS Kesehatan bersama Bappenas dan LPEM FEB UI meluncurkan buku "Tabel Morbiditas Penduduk Indonesia ".
Saat ini, Indonesia belum memiliki Tabel Morbiditas dengan jumlah karakteristik perhitungan mendekati populasi penduduk. Organisasi kesehatan dunia WHO sendiri mendorong dan merekomendasikan agar setiap negara memiliki data kesehatan yang komprehensif, seperti data mortalitas dan morbiditas sebagai bagian dari upaya meningkatkan sistem kesehatan dan mencapai UHC sesuai dengan target SDG3. Semoga buku ini dapat memberikan sumbangsih dan menjadi referensi yang dapat dimanfaatkan dengan baik di Indonesia maupun dunia internasional.
Proses penyusunan buku ini melibatkan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk akademisi, profesional medis, organisasi profesi, dan lembaga pemerintah. Melalui serangkaian diskusi dan kajian mendalam, data yang terkumpul dianalisis dan disusun dalam bentuk tabel morbiditas yang menggambarkan secara rinci beban penyakit di Indonesia.
Buku ini juga memuat perbandingan antara tingkat morbiditas dari sumber lain, seperti Tabel Morbiditas oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), Tabel Morbiditas Indonesia oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
”Data morbiditas dalam buku ini tidak hanya berfungsi sebagai referensi statistik tetapi juga sebagai alat penting dalam perencanaan layanan kesehatan dan estimasi kebutuhan finansial Program JKN dalam jangka menengah dan jangka panjang,” pungkas Mahlil Ruby.