Mantan PM Jepang, Shinzo Abe Ditembak Orang Tak Dikenal
Padahal, peraturan kepemilikan senjata di Jepang amat ketat.
Jakarta, FORTUNE – Mantan Perdana menteri Jepang, Shinzo Abe, ditembak orang tak dikenal pada Jumat (8/7), saat berkampanye di kota Nara, Jepang.
Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno mengatakan bahwa Abe ditembak pada pukul 11.30 waktu setempat. "Apapun alasannya, tindakan barbar seperti itu tidak akan pernah bisa ditoleransi, dan kami mengutuk keras itu,” ujarnya seperti dikutip dari CNA, Jumat (8/7).
Diketahui, pihak berwenang telah menangkap seorang pria berusia 42 tahun yang diduga telah menembak Abe. Salah satu penyiar media nasional NHK mengatakan bahwa orang tersebut menggunakan senjata buatan tangan.
Laporan saksi mata di lapangan
NHK menunjukkan video Abe ketika sedang berpidato kampanye pemilihan di luar stasiun kereta api kota Nara. Ketika dua tembakan terdengar, setelah itu pandangan dikaburkan sebentar dan pejabat keamanan terlihat menangani seorang pria di tanah.
Kepulan asap di belakang Abe terlihat dalam video terpisah yang ditayangkan di NHK. “Dia memberikan pidato dan seorang pria datang dari belakang,” kata seorang wanita yang menyaksikan di tempat kejadian kepada NHK.
“Tembakan pertama terdengar seperti mainan. Dia tidak jatuh dan ada ledakan besar. Tembakan kedua lebih terlihat, Anda bisa melihat percikan dan asap,” kata wanita tersebut. “Setelah tembakan kedua, orang-orang mengelilinginya dan memberinya pijatan jantung.”
Kondisi terakhir Abe dilaporkan tampak seperti terkena serangan jantung, meski awalnya sadar dan responsif. TBS Television melaporkan Abe tertembak di sisi kiri dadanya, dan juga di leher.
Tragedi yang bisa mengubah Jepang
Jepang adalah negara dengan peraturan kepemilikan senjata yang sangat ketat. Pada tahun 2018, Jepang hanya melaporkan sembilan kematian akibat senjata api, dibandingkan dengan 39.740 tahun itu di Amerika Serikat. Pada 2019, hanya 310.400 senjata yang dimiliki warga sipil di Jepang, dari total penduduk yang mencapai 125 juta orang.
Tragedi yang menimpa Shinzo Abe dinilai akan mengubah sistem keamanan di Jepang. Nancy Snow, Direktur Dewan industri Keamanan Internasional Jepang, mengatakan situasi ini bukan hanya langka, namun juga benar-benar tidak terduga secara budaya.
“Orang Jepang tidak bisa membayangkan memiliki budaya senjata seperti yang dimiliki Amerika Serikat. Ini adalah momen tanpa kata-kata. saya benar-benar merasa kehilangan kata-kata. Saya berdoa yang terbaik untuk mantan perdana menteri,” kata Nancy seperti dikutip CNN, (8/7).
Untuk membeli senjata di Jepang, calon pembeli harus mengikuti kelas sepanjang hari, lulus tes tertulis dan tes jarak tembak dengan akurasi minimal 95 persen.
Selain itu, mereka juga harus menjalani evaluasi kesehatan mental dan tes narkoba, serta pemeriksaan latar belakang yang ketat—termasuk peninjauan catatan kriminal, utang pribadi, keterlibatan dalam kejahatan terorganisir, dan hubungan dengan keluarga maupun teman.
Pentingnya sosok Shinzo Abe
Melansir pemberitaan Times, Jumat (8/7), Shinzo Abe merupakan salah satu tokoh politik penting Jepang. Meski sudah mengundurkan diri, namun dirinya tetap mendominasi Parta Demokrasi Liberal (LDP) yang berkuasa saat ini.
Abe adalah pengagas "Abenomics," serangkaian kebijakan moneter dan fiskal agresif yang bertujuan menarik Jepang keluar dari stagnasi ekonomi. Keberhasilan Abenomics di tahun-tahun awalnya mengangkat reputasi internasional Abe. Dia berkampanye untuk menulis ulang konstitusi pasifis Jepang sehingga akan memungkinkan negara berpenduduk 126 juta itu untuk membantu sekutu.
Dalam masa jabatan pertamanya, Abe meresmikan aliansi empat arah dengan India, Australia, dan AS—yang bertujuan meningkatkan keamanan maritim di kawasan Indo-Pasifik untuk mengimbangi Cina. Namun, Abe masih berusaha meningkatkan hubungan yang dingin dengan Cina, sekaligus juga menjaga hubungan yang kuat dengan AS, yang pada saat itu dipimpin Presiden Donald Trump.