Peneliti: JETP Belum Optimal Sertakan Partisipasi Publik dan Pemda
Bisa berdampak negatif pada nasib para pekerja dan PAD.
Jakarta, FORTUNE – Komitmen pendanaan transisi energi melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$20 miliar atau Rp299,86 triliun (kurs Rp14.993 per dolar AS) disebut belum optimal mengikutsertakan keterlibatan masyarakat maupun Pemerintah Daerah (Pemda).
Ekonom sekaligus peneliti CELIOS, Bhima Yudhistira, mengungkap studi di tiga Provinsi Sumatra Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta tiga Kabupaten, Langkat, Cilacap, dan Probolinggo, menunjukkan bahwa Pemda belum aktif dilibatkan dalam agenda JETP, khususnya pada tahap transisi pekerja yang langsung terdampak, dan pekerja sektor UMKM di sekitar lokasi PLTU.
Bahkan, dampak pensiun PLTU batubara yang berakibat pada potensi pendapatan daerah yang hilang pasca pensiun PLTU belum disiapkan potensi pengganti nya. “Hal ini berakibat pada poin transisi berkeadilan atau ‘Just’ yang diusung JETP menjadi pertanyaan,” katanya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Selasa (18/7).
Riset CELIOS yang melibatkan 1.245 responden nasional, menunjukkan 76 persen masyarakat tak tahu ada JETP. “Meskipun JETP mengangkat urgensi pensiun dini PLTU batubara dan percepatan transisi energi bersih, namun isu JETP masih belum dipahami sebagian besar masyarakat Indonesia,“ katanya.
JETP merupakan bentuk kemitraan pemerintah Indonesia dengan International Partners Group (IPG) yang dipimpin oleh AS dan Jepang. Kesepakatan yang terbentuk akan memobilisasi pembiayaan senilai US$20 miliar dari investasi publik dan swasta dalam bentuk hibah dan pinjaman bunga rendah, selama 3-5 tahun, untuk membantu transisi energi di Indonesia.
Dampak pada tenaga kerja
Salah satu dampak nyata yang terlihat dalam kajian tentang partisipasi Pemda dan masyarakat pada JETP adalah adanya tekanan pada sektor tenaga kerja, dan pendapatan masyarakat yang bergantung pada rantai pasok PLTU, ketika pensiun dini PLTU batubara mulai diterapkan.
“Sebagai contoh, terdapat sekitar 4.666 pekerja langsung baik tetap dan tidak tetap yang akan terdampak penutupan PLTU batubara di Langkat, Cilacap, dan Probolinggo. Ini pun belum termasuk pekerja tidak langsung yakni para pelaku UMKM yang berada di sekitar lokasi PLTU, serta pekerja di lokasi sumber batubara,” kata Bhima.
Sementara pada aspek pendapatan dan anggaran daerah, ada potensi hilangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pemensiunan dini PLTU, dengan kisaran 1,2 persen hingga 6,4 persen dari keseluruhan PAD di suatu Kabupaten, yang mana bergantung pada besarnya kapasitas PLTU batubara di masing-masing daerah.
Rekomendasi
Untuk itu, CELIOS memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah, mengenai keterlibatan masyarakat dan Pemda:
- Kemenko Marves dan Kementerian ESDM perlu mendorong model transisi energi berkeadilan yang melibatkan pemerintah daerah secara aktif, baik dalam menyusun regulasi di level undang-undang maupun rencana teknis dalam bentuk Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP.
- Isi Perpres No 11/2023 perlu ditinjau kembali agar dapat menjawab kebutuhan transisi energi di daerah, dan selanjutnya, pemda secepatnya menyediakan regulasi pelaksanaan Perpres No 11/2023.
- Kerangka transisi pada level pusat diwujudkan dalam lima pengaturan tata kelola untuk: (a) penilaian dampak; (b) pengembangan keterampilan; (c) kebijakan perlindungan sosial; (d) dialog sosial; (e) inovasi dan teknologi.
- Dalam menjalankan kebijakan transisi berkeadilan, Indonesia perlu segera menyediakan RUU Perubahan Iklim untuk menyempurnakan ragam regulasi yang selama ini bersifat sektoral.
- Kementerian Ketenagakerjaan perlu membentuk program khusus terkait reskilling dan upskilling pekerja yang terdampak transisi energi.
- Sekretariat JETP perlu memperluas pemahaman dan sosialisasi kebijakan transisi energi serta melibatkan pemda dalam merumuskan kebijakan terkait rencana pendanaan JETP.
- Dalam memitigasi dampak pada sektor tenaga kerja akibat pensiun dini PLTU, pemerintah daerah dapat meminta jaminan pendanaan untuk program redeployment, reskilling, upskilling, retraining, dukungan relokasi pekerja, serta dukungan penempatan tenaga kerja di daerah terdampak.