Upaya Mewujudkan Magang yang Menguntungkan Semua Pihak
Penyalahgunaan pemagang membuat buruk nama baik perusahaan.
Jakarta, FORTUNE - Magang jadi salah satu cara meningkatkan kompetensi sebelum masuk dunia kerja, khususnya bagi para angkatan kerja yang baru akan lulus kuliah. Dengan beroleh pengalaman langsung di lapangan, para angkatan kerja diharapkan dapat lebih mudah dipekerjakan. Namun, tak semua program magang berbuah manis, ada pula yang diperlakukan buruk.
Salah satunya adalah persoalan ketidakadilan perlakuan yang diterima para pekerja magang, misalnya kewajiban membayar denda jika mengundurkan diri dari magang. Topik menarik ini menjadi salah satu pembahasan dalam artikel yang diangkat dalam pemberitaan majalah Fortune Indonesia, edisi April 2022.
Direktur Pelatihan Vokasi dan Pemagangan Kementerian Ketenagakerjaan, Ali Hapsah, mengatakan bahawa dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020 menjadi acuan dalam proses pemagangan. Jika peserta magang melakukan pelanggaran ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian dan mengakibatkan kerugian pada perusahaan, maka ia cukup dikeluarkan dari program.
Menurutnya, perusahaan tidak perlu memberikan sanksi berupa penalti. Sebab, kebijakan tersebut kurang tepat secara moral dan dapat dianggap sebagai bentuk eksploitasi. “Dalam Permenaker itu clear dan harus diterima sebagai pegawai tetap di perusahaan tersebut,” ujarnya kepada Fortune Indonesia (17/3).
Peran pemerintah pada maraknya program magang
Program magang di Indonesia memang masih menuai banyak pro dan kontra, walau jumlah pemagang di Indonesia semakin banyak. Rasionalisasinya jelas: persaingan kerja tambah sengit. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, terdapat 140,15 juta orang angkatan kerja pada Agustus 2021. Dari total tersebut, masih ada 6,49 persen menunggu peluang bekerja.
Ali mengatakan Tahun Magang yang dicanangkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada 2021-2022 masih terus berjalan. Target pemagang yang harus dicapai secara nasional pada 2022 adalah 55.000 orang. Namun, karena APBN terbatas, pemagang diperkirakan hanya mencapai 10.000 orang.
Untuk itu, menurut Ali, semua proses pemagangan harus terlapor kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat. Perjanjian magang pun harus ditetapkan demi memudahkan pengawasan. Dinas Ketenagakerjaan pun akan meminta perusahaan memenuhi regulasi yang berlaku agar kedua pihak bisa mendapatkan manfaat secara adil.
Keuntungan yang didapat perusahaan penyelenggara magang
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, mengatur bahwa perusahaan yang ikut andil menyukseskan program magang akan mendapat insentif lewat supertax deduction vokasi.
Wajib pajak yang menyelenggarakan praktik kerja, magang, dan pengembangan SDM berbasis kompetensi tertentu bisa mendapatkan pengurangan penghasilan bruto maksimal 200 persen.
Kisah menarik dari perusahaan penyelenggara magang
Kisah menarik datang dari dua perusahaan swasta besar Tanah Air, yakni PT Astra International Tbk (ASII) dan Gojek yang kini bernaung di bawah bendera PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Secara umum, keduanya sangat mendukung terlaksananya program magang yang adil, baik bagi perusahaan dan para pekerja magang.
Astra menampik anggapan bahwa perusahaan hanya mengakali pemagang demi keuntungan semata. Chief Corporate Human Capital Development perseroan, Aloysius Budi Santoso, mengatakan bahwa memanfaatkan bayaran pekerja magang yang rendah untuk keuntungan perusahaan akan sia-sia dan justru membahayakan nama baik perusahaan.
“Kalau alasannya menghemat, magang juga enggak sampai 2.000 orang, kan? Paling 50 sampai 100 orang. Kalau 100 orang diberi honor Rp1 juta sebulan, sementara gaji karyawan misalnya di kelas operator dengan upah minimum Rp4 juta-an, beda Rp3 juta lalu dikali 100, bedanya cuma berapa sih ini?” kata Budi kepada Fortune Indonesia (17/3).
Sementara, Gojek melalui Audrey P. Petriny, Vice President Corporate Affairs Gojek, menyatakan perusahaannya selalu memastikan para mahasiswa pemagang mendapat pengalaman dan keterampilan kerja sesuai dengan yang mereka inginkan. Untuk itu, kerja sama dengan Kemendikbud Ristek dalam Kampus Merdeka akan jadi penyaring penting, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan pekerja magang untuk bekerja di luar program dengan honor murah.