Ekspor Sektor Pertanian Masih Rendah, Kemendag Sarankan Ini
Hilirisasi dapat membawa angin segar.
Fortune Recap
- Hilirisasi pada sektor pertanian dinilai dapat membawa angin segar.
- Pengolahan produk pertanian menjadi barang jadi atau setengah jadi penting untuk meningkatkan daya saing di pasar global.
Jakarta, FORTUNE - Ekspor sektor Pertanian Indonesia masih dinilai rendah dengan capaian US$2,77 miliar pada periode Januari-Juli 2024. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk menggalakkan program Hilirisasi sektor pertanian guna meningkatkan nilai tambah produk, didukung oleh kebijakan perdagangan dan perluasan akses pasar.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag), Fajarini Puntodewi, menilai bahwa hilirisasi dapat membawa angin segar yang dapat mengantar perdagangan nasional menuju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
“Upaya untuk mengolah dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian perlu ditingkatkan agar Indonesia dapat bersaing secara efektif di pasar internasional,” kata dia lewat keterangan tertulis, Kamis (17/10).
Ia menjelaskan bahwa pengolahan produk pertanian menjadi barang jadi atau setengah jadi adalah langkah penting meningkatkan daya saing di pasar global. Sektor pertanian menyumbang 13,78 persen terhadap perekonomian Indonesia pada triwulan II-2024, meski pertumbuhannya hanya 3,25 persen alias di bawah target 3,4–3,8 persen.
Sektor pertanian adalah salah satu sektor ekonomi utama pada banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada triwulan II-2024, sektor ini menjadi kontributor kedua terbesar dari pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Peluang untuk mengembangkan sektor pertanian
Sektor pertanian memiliki berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan. Pertama, pertumbuhan populasi di negara-negara berpendapatan rendah, terutama di Afrika Sub-Sahara, yang diperkirakan akan meningkat dengan cepat atau mencapai 2,4 persen per tahun. Hal ini berpotensi menciptakan pasar baru bagi ekspor produk pertanian Indonesia.
Kedua, tren impor produk pertanian global tumbuh 4,68 persen pada periode 2018--2029. Tren ini juga membuka peluang besar bagi produk pertanian Indonesia untuk memasuki pasar internasional.
Selain itu, menurut Fajarini, sektor ini masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk perlunya adaptasi terhadap perubahan iklim, seperti fenomena El Nino, serta kebijakan perdagangan internasional seperti European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR).
Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya kolaborasi di antara para pemangku kepentingan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, di antaranya melalui penerapan teknologi digital lintas batas yang memudahkan akses ke pasar internasional.
“Kementerian Perdagangan (Kemendag) memiliki arah kebijakan dalam upaya peningkatan pangsa ekspor di pasar global, antara lain adalah penguatan diplomasi perdagangan untuk daya saing serta penguatan pengembangan produk dan pasar ekspor,” ujarnya.
Lebih lanjut, peringkat Economic Complexity Index (ECI) Indonesia yang berada pada posisi ke-67 dari 133 negara pada 2022, menunjukkan adanya ruang untuk meningkatkan perdagangan melalui diversifikasi produk olahan.
Peringkat ECI Indonesia masih lebih rendah ketimbang Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam, yang menandakan perlunya peningkatan keragaman dan kecanggihan produk ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi.