Gapki Dorong Prabowo Bentuk Badan Sawit Nasional
Malaysia telah mempunyai lembaga khusus pengelola sawit.
Fortune Recap
- Ketua Bidang Perkebunan Gapki, R. Azis Hidayat, mencontohkan keberhasilan Malaysia dalam mengelola industri sawit melalui MPOB dan MPOCC.
- Keberadaan MPOB menjadi kunci keberhasilan Malaysia dalam mempromosikan Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) hingga diakui dunia.
Jakarta, FORTUNE - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai pembentukan Badan Sawit Nasional yang berada langsung di bawah presiden sangat penting untuk mengharmonisasi dan menyinkronkan tata kelola perkebunan hingga perdagangan kelapa sawit. Hal ini diharapkan dapat menciptakan manajemen yang lebih efisien, menjawab berbagai tantangan di sektor sawit, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar global.
Ketua Bidang Perkebunan Gapki, R. Azis Hidayat, mengatakan pembentukan badan ini dapat berkaca pada Malaysia Palm Oil Board (MPOB).
"Malaysia dengan luas perkebunan hanya 5,85 juta hektare sudah sejak lama memiliki MPOB, sebuah badan mengelola industri sawit dari hulu ke hilir,” kata Azis saat diskusi media di Jakarta, Kamis (19/12).
Bahkan, kata Azis, Malaysia juga memiliki lembaga seperti Malaysian Palm Oil Certification Council (MPOCC) yang khusus mengelola sertifikasi sawit berkelanjutan yakni Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO).
Menurutnya, keberadaan MPOB menjadi kunci keberhasilan Malaysia dalam mempromosikan Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) hingga diakui dunia.
“Mereka punya perwakilan di berbagai kedutaan besar untuk menangkal kampanye negatif. Bahkan, MPOB memiliki tangki penyimpanan Cpo di Rotterdam (Belanda) berkapasitas 20.000 liter,” ujarnya.
Selain CIF Rotterdam, harga CPO di Bursa Malaysia dengan menggunakan ringgit juga diakui secara global.
Tantangan tata kelola sawit di indonesia
Azis menggarisbawahi dengan luas perkebunan mencapai 16,3 juta hektare, Indonesia membutuhkan pengelolaan lebih terintegrasi. Saat ini, regulasi tata kelola sawit di Indonesia tersebar pada 37 kementerian/lembaga (KL) yang menyebabkan pelayanan dan diplomasi sawit menjadi tidak efisien.
“Direktorat yang mengurus sawit sekarang tidak sepenuhnya fokus karena masih mengelola berbagai hal seperti perizinan ISPO hingga beasiswa,” ujarnya.
Pada saat kampanye Pilpres, Aziz mengatakan pihaknya menyampaikan wacana ini kepada setiap tim pemenangan capres yang berkontestasi pada ajang tersebut, dan ketiganya sepakat akan membentuk badan sawit nasional. Sebab, dengan adanya lembaga ini, maka semuanya menjadi satu pintu.
“Misalnya, saat mengajak pihak luar berdiplomasi, semuanya terorganisasi. Tidak seperti sekarang, orang yang datang selalu berbeda-beda,” ujarnya.
Gapki berharap pemerintah dapat memanfaatkan sumber daya yang sudah ada, seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sebagai dasar pembentukan badan sawit nasional.
"BPDPKS bisa menjadi titik awal pengembangan badan sawit nasional. Kami di asosiasi siap membantu pemerintah jika diminta beri masukan," kata Azis.
Dengan adanya badan ini, Azis optimistis masalah-masalah seperti kampanye negatif, perbaikan informasi, dan penguatan diplomasi sawit Indonesia dapat ditangani lebih efektif.
"Cita-cita kita adalah menjadi market leader dunia di industri sawit. Maka, kita perlu lembaga yang mampu menyelaraskan semua upaya ini dalam satu visi," ujarnya.