GAPMMI Tanggapi Rencana PPN 12 Persen: Bakal Tekan Daya Beli
GAPMMI usul tarif PPN barang mewah yang dinaikkan.
Fortune Recap
- Ketua Umum GAPMMI mengkritik rencana kenaikan PPN 12% pada 2025.
- Dia menilai daya beli masyarakat belum pulih akibat pandemi Covid-19.
- Dia mengusulkan penurunan PPN untuk komoditi pangan yang strategis, seperti produk olahan pangan.
Jakarta, FORTUNE - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, mengatakan bahwa rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen pada 2025 akan sangat memberatkan, terutama berkenaan dengan daya beli masyarakat.
Sebab, dia menilai daya beli masyarakat saat ini belum pulih seperti sebelum pandemi Covid-19 merebak.
“Kalau mau dinaikkan lagi akan semakin berat,” kata dia kepada Fortune Indonesia, Rabu (20/3).
Dia mengusulkan PPN untuk komoditas pangan justru semestinya dapat diturunkan karena termasuk ke dalam golongan sangat strategis. Apalagi produk pangan olahan menyumbang sekitar 30 persen terhadap PDB.
“Paling tidak saya usulkan turun di 7 atau 8 persen,” ujarnya.
Dalam PMK Nomor 70/PMK.03/2022, makanan dan minuman tidak termasuk dalam sektor dengan PPN disesuaikan menjadi 11 persen pada 2022. Dengan begitu, PPN pada sektor pangan masih 10 persen, termasuk jasa perhotelan dan jasa boga atau katering.
Kenaikan PPN semestinya menyasar produk-produk mewah (branded) yang tidak terlalu dibutuhkan oleh masyarakat kelas menengah-bawah untuk mengompensasi pendapatan negara.
“Kalau barang luxury dinaikkan (PPN) tidak apa,” katanya.
Indonesia bakal menjadi negara dengan PPN tertinggi di ASEAN
Sementara itu, Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, Ahmad Heri Firdaus, membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.
Menurutnya, Indonesia tergolong sebagai negara yang menerapkan PPN tinggi.
Sebagai perbandingan, Malaysia menerapkan tarif PPN 6 persen, Singapura dan Thailand 7 persen, Kamboja, Laos, dan Vietnam sekitar 10 persen. Saat ini yang tertinggi adalah Filipina dengan 12 persen.
“Jadi kalau Indonesia (tarif PPN) sampai 12 persen, Indonesia akan [termasuk] yang tertinggi di Asia Tenggara,” ujarnya dalam diskusi virtual, Rabu (20/3).
Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Berdasarkan beleid tersebut, pemerintah perlu menaikkan pajak secara bertahap.
Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 Undang-undang HPP, tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022. Kemudian tarif PPN naik menjadi 12 persen paling lambat mulai 1 Januari 2025. Pada pasal Pasal 7 ayat 3 Undang-undang HPP, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.