Jokowi Singgung Manufaktur Melemah, Menperin Bilang Begini
PMI Manufaktur Indonesia pada Juli turun ke zona kontraksi.
Fortune Recap
- Menteri Perindustrian menyebut industri manufaktur sebagai tulang punggung ekonomi nasional.
- PMI manufaktur Indonesia turun ke level kontraksi, dipengaruhi oleh fluktuasi rupiah dan beban impor bahan baku.
- Presiden Jokowi menekankan perlunya penggunaan bahan baku lokal dan ekspor produk nontradisional untuk mendukung industri dalam negeri.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan sektor Industri Manufaktur selama ini telah menjadi tulang punggung atau sumber pertumbuhan bagi perekonomian nasional.
“Selain karena kondisi ekonomi global yang saat ini belum stabil, aktivitas industri di dalam negeri ikut terdampak akibat adanya regulasi yang tidak memihak kepada pelaku industri. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang serius dan benar-benar tepat sasaran,” kata dia lewat keterangan resmi yang dikutip Selasa (13/8).
Penurunan kinerja industri tecermin pada Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2024 yang mencapai 49,3 atau merosot ke dalam fase kontraksi.
Padahal, selama 34 bulan berturut turut sebelumnya, indeks tersebut mampu bertahan pada level ekspansi, sebagaimana telah disinggung oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam sidang kabinet yang digelar di Ibu Kota Nusantara (IKN), Senin (12/8).
“Bapak Presiden Joko Widodo pada sidang kabinet [kemarin] juga menyatakan bahwa kontraksi PMI manufaktur perlu diwaspadai karena beberapa negara di Asia juga mengalaminya, dan komponen yang mengalami penurunan paling banyak adalah dari sisi output,” ujar Agus.
Dalam hemat Presiden Jokowi, beban impor bahan baku yang tinggi karena fluktuasi rupiah atau masuknya produk-produk impor dapat berpengaruh pada melemahnya permintaan domestik.
“[Presiden] menekankan penggunaan bahan baku lokal dan juga perlindungan terhadap industri dalam negeri, serta harus bisa mencari pasar nontradisional dan mencari potensi pasar baru sebagai tujuan ekspor produk-produk Indonesia,” kata Agus.
Optimisme industri juga menurun
Selain itu, kondisi sama juga terlihat pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2024 yang turun menjadi 52,4 dari IKI Juni 2024 sebesar 52,5. Perlambatan nilai IKI pada Juli lalu dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi.
“Ini menunjukkan kepercayaan diri atau tingkat optimisme para pelaku industri yang menurun. Salah satunya, karena tidak adanya kepastian hukum yang jelas,” imbuhnya.
Agus optimistis kinerja industri manufaktur di Tanah Air masih bisa bangkit kembali kalau didukung dengan kebijakan-kebijakan probisnis. Di antara kebijakan tersebut adalah ketersediaan bahan baku untuk produksi, keberlanjutan dan peluasan harga gas industri yang kompetitif, dan ketegasan dalam substitusi impor.
“Kebijakan itu bisa terlaksana dengan baik kalau koordinasi yang dijalankan juga sesuai aturan. Semua pihak juga konsisten dan transparan untuk benar-benar membela industri dalam negeri,” ujarnya.