2 Pekan Program MBG: Makanan Telat hingga Dugaan Keracunan
Program ini telah dijalankan sebelum 100 hari pemerintahan.
Fortune Recap
- Pemerintah disarankan menggandeng kantin sekolah dalam program makan bergizi gratis (MBG) oleh peneliti TII.
- Program MBG merupakan unggulan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, telah dijalankan sebelum 100 hari masa pemerintahan mereka.
- Pelibatan kantin sekolah diharapkan dapat menjaga kadar nutrisi dan kualitas kesegaran makanan serta menjadi solusi praktis dari tantangan yang ditemui.
Jakarta, FORTUNE – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan program unggulan Presiden Terpilih Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. Program ini telah dijalankan sebelum 100 hari masa pemerintahan mereka atau tepatnya pada 6 Januari 2025, sejak pelantikannya 20 Oktober 2024 lalu.
Pemerintah RI sudah memulai program MBG di 190 titik yang tersebar di 26 provinsi pada hari pertama dijalankan, Senin (6/1). Program ini menyasar balita, santri, siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Totalnya ada 3 juta penerima manfaat pada bulan pertama program dilaksanakan. Adapun program MBG menggaet 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Lalu, apa saja yang perlu dievaluasi oleh pemerintah? Berikut ulasannya.
Pengiriman makanan sempat terlambat di beberapa sekolah
Di hari pertama program MBG dilaksanakan, pemerintah berfokus pada siswa sekolah PAUD hingga SMA. Namun, ada keterlambatan pendistribusian MBG yang terjadi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah 2 Sidoarjo, Jawa Timur pada hari pertama program ini dimulai, Senin (6/1).
Menurut pihak sekolah, pendistribusian MBG terlambat 30 menit dan salah satu siswa mengatakan porsinya kurang untuk anak seusianya. Senada kejadian di Jawa Timur, pelaksanaan program MBG di SDN 06 Pulogebang, Jakarta Timur tertunda selama satu jam pada hari pertama, Senin (6/1).
Hal itu disebabkan oleh penyelenggara yang menunggu kedatangan Wakil Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari. Serta, distribusi paket makanan terlambat sampai di sekolah tersebut.
Kepala Sekolah SDN 06 Pulogebang, Paringgi Rismoko mengatakan bahwa kegiatan MBG seharusnya dimulai pukul 09.00 WIB. Namun, terpaksa ditunda karena menunggu kedatangan pejabat pemerintah pusat yang ingin berkunjung.
Keracunan makanan di beberapa sekolah
Selang tujuh hari program MBG dijalankan, ada kasus keracunan makanan yang terjadi di di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 03 Nunukan Selatan, Kalimantan Utara, Senin (13/1). Keracunan makanan ini tak hanya menimpa siswa, bahkan guru menjadi korban seusai mengonsumsi hidangan sisa program MBG dari pelajar yang tak masuk sekolah.
Kepala SDN 03 Nunukan Selatan, Hairuddin mengatakan bahwa terdapat beberapa guru yang terkena diare saat pelaksanaan MBG. Dia menuturkan, gejala keracunan baru mereka rasakan, yaitu mual dan diare menjelang malam harinya.
Hairuddin menyebut ada 17 murid di kelas tiga dan 12 murid di kelas dua yang mengalami keracunan. Kejadian itu bermula saat murid menerima hidangan dari Yayasan Abi Al Ummi selaku vendor.
Tiga hari seusai peristiwa keracunan tersebut, keracunan makanan pun terjadi di SDN Dukuh 03, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Sedikitnya 40 siswa keracunan mengalami keracunan ketika pelaksanaan MBG pada Kamis (16/1) lalu. Sepuluh anak di antaranya merasakan gejala mual sesudah menyantap ayam tepung yang disajikan.
Korban keracunan berasal dari kelas satu sampai enam. Mereka mengaku mencium bau basi dari ayam tepung yang menjadi lauk dari menu MBG hari itu.
Kepala Puskesmas Sukoharjo Kota, Kunari Mahanani menyebut Kodim 0726 Sukoharjo yang mengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sudah mengakui proses pemasakan ayam itu kurang matang.
Ada daerah yang mengundurkan diri dari program MBG
Di samping itu, ada daerah yang mengundurkan diri dari program MBG, yakni di Kebumen. Tim Pengelola Program MBG Kebumen menjelaskan kemunduran mereka dalam pelaksanaan program tersebut karena belum ada SPPG yang ditunjuk oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Koordinator Pengelola dari mitra Yayasan Saka Tunggal Bersinar Kebumen, Panggih Prasetyo mengatakan bahwa Kebumen sudah dijadwalkan untuk mengikuti program MBG pada 6 Januari 2025 lalu. Dia juga menambahkan, pihak yayasan telah memulai pembangunan dapur umum yang berlokasi di Gombong.
Pemerintah disarankan gandeng kantin sekolah
Sementara, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Dewi Rahmawati Nur Aulia menyarankan agar Pemerintah RI bisa menggandeng kantin sekolah dalam program MBG.
“Pemerintah perlu melibatkan jasa kantin yang berada di sekolah dalam membantu mensukseskan program MBG ini,” kata Dewi dalam keterangan tertulis, Senin (20/1).
Menurut dia, pelibatan kantin sekolah dapat menjadi alternatif kemitraan program MBG. Hal ini karena tak terlalu banyak memerlukan akomodasi seperti dukungan transportasi dan langsung diselenggarakan oleh pihak sekolah.
“Dengan pelibatan kantin di sekolah dalam pemberian makan bergizi gratis diharapkan kadar nutrisi dan kualitas kesegaran makanan dapat terjaga. Pelibatan kantin sekolah dapat menjadi solusi praktis dari tantangan yang ditemui seperti keterlambatan makanan yang menyebabkan menurunnya kesegaran makanan,” tutur Dewi.
Dalam pelaksanaan program MBG, Dewi menyebut bahwa melibatkan banyak pihak seperti penyedia jasa pihak ketiga atau vendor dan jasa katering. Dia menilai penggunaan jasa katering dapat mendukung efektivitas program.
“Namun demikian, dalam pelaksanaannya terdapat sejumlah komponen yang perlu dipertimbangkan misalnya standar mutu pangan, ahli gizi yang dilibatkan, tingkat kebersihan tempat masak, jarak antar lokasi, serta tata kelola limbah. Penggunaan jasa katering tentu akan memberikan dampak dari berbagai sisi,” beber Dewi.
Dari sisi positifnya, lanjut dia, penyelenggara program MBG bakal meningkatkan sektor pertumbuhan ekonomi para pelaku jasa katering dan penyedia bahan pangan secara langsung serta tidak langsung.
Sedangkan di sisi negatifnya, jika penyedia katering mengalami kendala seperti ketiadaan standar wadah makan, keterlambatan atau masalah operasional, maka penyelenggaraan program bisa terganggu.
Lanjut dia, hal ini disebabkan program MBG ini tak hanya diberikan kepada pelajar sekolah, tetapi juga diberikan kepada ibu hamil dan ibu menyusui. Nutrisi yang diberikan kepada dua kelompok penerima manfaat program pun tentunya akan berbeda-beda.
“Oleh sebab itu, untuk meningkatkan efektivitas program, maka pemerintah perlu membangun skema penerimaan makan bergizi yang tepat hingga tingkat operasional,” kata Dewi.
Selain itu, dia menyarankan agar pihak pelaksana kebijakan program MBG perlu mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa mitra termasuk kantin sekolah yang akan ditunjuk, memiliki standar mutu pangan maupun pengerjaan menu makanan bergizi yang telah disepakati oleh pemerintah.
“Dengan mengedepankan prinsip tersebut diharapkan dapat meningkatkan mutu kualitas generasi emas pada tahun 2045,” ujar Dewi.