Indonesia Wajibkan Eksportir SDA Simpan Hasil di Dalam Negeri
Indonesia wajibkan eksportir SDA simpan hasil dalam negeri.
Fortune Recap
- Pemerintah Indonesia mewajibkan eksportir SDA menyimpan hasil ekspor di dalam negeri minimal selama satu tahun.
- Langkah ini diambil untuk meningkatkan cadangan devisa negara hingga US$90 miliar atau sekitar Rp1,46 triliun per tahun serta memperkuat nilai tukar rupiah.
- Aturan ini akan diberlakukan pada 1 Maret 2025 dan berlaku bagi aktivitas ekspor dengan nilai dokumen pengiriman minimal US$250.000 atau sekitar Rp4 miliar.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah akan mewajibkan Eksportir Sumber Daya Alam (SDA) menyimpan seluruh hasil ekspor di dalam negeri minimal selama satu tahun. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto pada Selasa (21/1).
Langkah ini ditempuh untuk meningkatkan cadangan devisa negara sebesar US$90 miliar atau sekitar Rp1,46 triliun per tahun. Kebijakan baru ini diharapkan dapat memperkuat nilai tukar rupiah.
Airlangga menyatakan, aturan ini akan mulai diterapkan pada 1 Maret 2025. Aturan tersebut akan diberlakukan untuk setiap aktivitas ekspor yang memiliki nilai dokumen pengiriman minimal US$250.000 atau sekitar Rp4 miliar.
Sebelumnya, peraturan yang berlaku mengharuskan eksportir SDA seperti batu bara, minyak sawit, dan produk nikel untuk menyimpan hanya 30 persen dari hasil ekspor dalam sistem keuangan domestik selama tiga bulan.
Airlangga berharap kebijakan baru ini dapat meningkatkan cadangan devisa negara hingga US$90 miliar atau Rp1,46 triliun per tahun. Pada akhir Desember 2024, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$155,7 miliar atau Rp2,54 triliun.
"Konversi ke rupiah dapat meningkatkan pasokan dolar AS. Dan tanpa intervensi berlebihan oleh bank sentral melalui suku bunga atau penjualan dolar, ini dapat mengurangi volatilitas rupiah," ujar Airlangga dalam pernyataan yang dikutip dari Reuters pada Rabu (22/1).
Diketahui, pada Januari 2025, rupiah mencapai titik terlemah terhadap dolar AS sejak Juli 2024. Pendapatan yang disimpan dalam rupiah bisa digunakan untuk operasional bisnis. Ia juga mendorong eksportir untuk menukar dolar mereka dengan rupiah atau meminjam dari bank jika mereka enggan melakukan konversi.
Kontroversi aturan
Peraturan retensi pendapatan ekspor telah memicu kontroversi sejak pertama kali diperkenalkan pada 2023. Meski mendapatkan dukungan dari beberapa bankir dan analis karena dapat meningkatkan likuiditas dolar, kebijakan ini menuai kritik dari eksportir yang merasa terbebani dengan adanya kewajiban membayar tagiha.
Untuk mengurangi beban eksportir, bank sentral telah menawarkan instrumen deposito berjangka dengan imbal hasil yang kompetitif. Airlangga juga menjelaskan bahwa keuntungan dari deposito berjangka tersebut tidak akan dikenakan pajak berdasarkan kebijakan terbaru ini.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (API-IMA), Hendra Sinadia, menyatakan bahwa tingkat retensi saat ini telah mengganggu arus kas. "Saya berharap kebijakan retensi 100 persen ini tidak benar-benar diterapkan," kata Hendra.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, juga keberatan dengan peraturan baru ini karena dikhawatirkan akan merugikan mata uang. Ia menambahkan bahwa perusahaan kelapa sawit dapat mematuhi peraturan tersebut jika dana yang disimpan dapat diakses saat dikonversi ke rupiah.