NEWS

DFW Indonesia: Nilai Ekspor Hasil Perikanan RI Jauh Tertinggal

Nilai ekspor hasil perikanan RI jauh di bawah Vietnam.

DFW Indonesia: Nilai Ekspor Hasil Perikanan RI Jauh TertinggalIlustrasi Nelayan. (Pixabay/Quangpraha)
04 February 2025

Fortune Recap

  • Ekspor perikanan RI mencapai 1,15 juta ton dengan nilai 4,81 miliar dolar AS pada Januari–Oktober 2024.
  • Komoditas unggulan ekspor Indonesia antara lain udang, tuna, cumi sotong, rajungan, dan rumput laut.
  • Nilai ekspor Indonesia masih di bawah Vietnam yang mencapai 9,5 M dolar AS; perlu peningkatan kualitas produk.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI mencatatkan ekspor hasil perikanan sebanyak 1,15 juta ton dengan nilai sebesar 4,81 miliar dolar Amerika Serikat pada pada periode Januari–Oktober 2024 lalu.

Nilai ekspor perikanan Indonesia tersebut naik sebanyak 4,37 persen dibanding periode yang sama pada 2023, yakni 4,61 miliar dolar AS.  Adapun negara terbesar tujuan ekspor Indonesia adalah AS dengan nilai sebesar 1,56 M dolar AS, Cina sebesar 0,99 M dolar AS, ASEAN sebesar 0,65 M AS, Jepang 0,49 miliar dolar AS, dan Uni Eropa (UE) sebesar 0,35 M dolar AS.

Kini ada lima komoditas unggulan ekspor, yaitu udang sebesar 1,35 miliar dolar AS, tuna, tongkol serta cakalang 0,68 M dolar AS, cumi sotong serta gurita 0,68 M dolar AS, rajungan serta kepiting 0,48 M dolar AS, dan rumput laut sebesar 0,29 M dolar AS. Mayoritas ekspor perikanan Indonesia dihasilkan dari produk perikanan tangkap.

Total produksi perikanan tangkap Indonesia pada 2024 mencapai 6,71 juta ton. Sementara itu, Direktur Program Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Imam Trihatmadja mengatakan bahwa nilai ekspor Indonesia masih jauh di bawah Vietnam yang telah mencapai 9,5 miliar dolar AS.

Lanjut dia, DFW Indonesia memperkirakan proyeksi ekspor Indonesia sampai Desember 2024 hanya  mencapai 5,97 miliar dolar AS.

“Terdapat sejumlah hambatan yang membuat ekspor Indonesia masih ketinggalan dibanding Vietnam,” kata Imam dalam keterangan tertulis, Senin (3/2).

Menurut dia, ekspor perikanan Tanah Air perlu ditingkatkan dengan melakukan serangkaian perbaikan dari hulu ke hilir.

“Selain masih mengandalkan Amerika Serikat, mutu produk perikanan harus ditingkatkan terutama untuk memenuhi persyaratan quality and safety, sustainability, third party certification yang merupakan permintaan buyer dan traceability,” ujar Imam.

Indonesia masih alami beberapa masalah

Imam menuturkan produk perikanan Indonesia masih mengalami masalah dari aspek ketertelusuran (traceability) karena mayoritas struktur kapal penangkap ikan di Indonesia masih berskala kecil.

Imam pun menyarankan agar Indonesia mengantisipasi kebijakan Presiden AS Donald Trump yang bakal memproteksi pasar dalam negeri dan kemungkinan akan berdampak pada ekspor Indonesia ke AS.

“Cina dan Uni Eropa merupakan pasar potensial dengan karakteristik berbeda yang harus digarap oleh pelaku usaha perikanan Indonesia,” kata dia.

Imam menambahkan, khususnya UE dengan jumlah penduduk 447 juta jiwa, merupakan pasar potensial yang perlu digarap lebih serius.

Indonesia harus segera menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah untuk memenuhi standar UE seperti memastikan supplier yang bersertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), kapal berpendingin bersertfikasi cara penanganan ikan yang baik (CPIB), dan edukasi pelaku dan pekerja di supplier serta kapal.

“Kondisi yang memprihatinkan adalah sejak 2017-2024, jumlah unit pengolahan ikan yang memiliki approval number Uni Eropa hanya 176,” ungkap Imam.

Indonesia perlu perkuat diplomasi dan negosiasi 

Di samping itu, Human Right Officer DFW Indonesia, Nabila Tauhida mengatakan bahwa Indonesia perlu memperkuat diplomasi dan negosiasi dengan negara tujuan ekspor. Langkah srategis yang perlu dilakukan Indonesia adalah memperbaiki praktik penangkapan dan budidaya ikan, serta memperkuat diplomasi dengan negara mitra terutama UE.

“Agenda mendesak saat ini adalah perbaikan pada sektor hulu, melakukan lobi dan diplomasi dengan Uni Eropa untuk menambah approval number, dan menurunkan bea masuk ikan dan hasil perikanan di pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat,” kata Nabila.

Related Topics

    © 2025 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.