Defisit Transaksi Berjalan Diprediksi Rendah, BI Optimis NPI Terjaga
Inflow mencapai US$4 miliar hingga 14 Juni 2024.
Fortune Recap
- Net inflows mencapai US$4,0 miliar, dengan cadangan devisa lebih dari cukup.
- Neraca transaksi modal dan finansial akan tetap mencatatkan surplus, dan pelemahan rupiah relatif rendah dibandingkan dengan mata uang negara lain.
Jakarta, FORTUNE - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik sehingga mendukung ketahanan eksternal.
Dia memperkirakan Defisit Transaksi Berjalan (current account deficit) pada triwulan II-2024 akan rendah ditopang oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan, yang sampai dengan Mei 2024 mencapai US$5,6 miliar.
"Sementara itu, aliran masuk modal asing dalam bentuk portofolio pada triwulan II-2024 (hingga 14 Juni 2024) mencatatkan net inflows sebesar US$4,0 miliar, di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global," ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Kamis (21/6).
Tak hanya itu, dia juga menyampaikan bahwa posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2024 lebih dari cukup untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Cadangan devisa sendiri meningkat pada akhir bulan lalu menjadi US$139,0 miliar atau setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Secara keseluruhan, NPI 2024 diperkirakan terjaga dengan transaksi berjalan dalam kisaran defisit rendah sebesar 0,1 persen sampai dengan 0,9 persen dari PDB," katanya.
Menurut Perry, neraca transaksi modal dan finansial juga akan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan aliran masuk modal asing baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun investasi portofolio.
"Ini sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik," ujarnya.
Pelemahan rupiah relatif rendah
Sementara itu, BI memandang stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga, meski sempat tertekan 0,70 persen (ptp), setelah pada Mei 2024 menguat 0,06 persen (ptp) dibandingkan dengan nilai tukar pada akhir bulan sebelumnya.
"Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan FFR, penguatan mata uang dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik," kata Perry.
Dari faktor domestik, tekanan pada rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah melemah 5,92 persen dari level akhir Desember 2023, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan won Korea, baht Thailand, peso Meksiko, real Brasil, dan yen Jepang masing-masing mencapai 6,78 persen, 6,92 persen, 7,89 persen, 10,63 persen, dan 10,78 persen.
"Ke depan, nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah, serta didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik," ujarnya.