NEWS

Dirjen Minerba: Fatality Tambang Indonesia Empat Kali Lipat Australia

ESDM minta kesadaran K3 di tambang ditingkatkan.

Dirjen Minerba: Fatality Tambang Indonesia Empat Kali Lipat AustraliaIlustrasi penambangan (Unsplash/omid roshan)
25 October 2024

Fortune Recap

  • Kecelakaan di tambang Indonesia empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan Australia meski kapasitas produksi tak jauh berbeda.
  • Winarno mengingatkan pentingnya keselamatan kerja bagi industri pertambangan dalam negeri serta perbedaan kesadaran perusahaan tambang antara Indonesia dan Australia.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Jenderal Pertambangan Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyoroti tingginya angka kecelakaan yang menyebabkan kematian (fatality) di tambang Indonesia. Jika dibandingkan dengan Australia, kata dia, kasus kematian di tambang Indonesia bahkan empat kali lipat lebih tinggi.

Padahal, secara produksi, kapasitas tambang Indonesia dan negara tetangga tersebut tidak jauh berbeda. Hal tersebut ia sampaikan dalam acara temu direksi perusahaan tambang mineral dan batu bara 2024 di Bandung, Jumat (25/10).

"Memang kalau kita bandingkan dengan peralatan yang ada, di sana menggunakan peralatan yang relatif maju dengan jumlah tenaga kerja yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia. Tapi, dengan tingkat produksi yang hampir sama, di sana jumlah kecelakaan relatif kecil," ujarnya.

Karena itu, Winarno mengingatkan kembali pentingnya keselamatan kerja bagi industri pertambangan dalam negeri. Apalagi, industri ini berkontribusi cukup signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.

Winarno juga menyoroti perbedaan tingkat kesadaran perusahaan tambang berdasarkan pengalamannya beberapa tahun silam. Menurutnya, tambang di Australia lebih ketat dalam menerapkan strategi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) dibandingkan dengan Indonesia.

"Saya pernah ke sana kira-kira tahun 2006-2007. Saat itu, ada kecelakaan longsoran tebing yang sudah diperbaiki, dan itu terjadi kira-kira 6-7 bulan sebelumnya. Lalu saya tanya, kenapa kok belum jalan sampai sekarang? Mereka menjawab, 'Kami masih belum yakin bahwa jenjang yang kami bangun sudah stabil,'" ujarnya.

Sementara di Indonesia, perusahaan tambang justru banyak mempertanyakan kapan operasi mereka dapat kembali dimulai usai dihentikan karena terjadi kecelakaan fatal.

"Apabila ada kecelakaan tambang di Indonesia kemudian dilakukan penutupan sementara, biasanya belum sampai seminggu mereka akan datang ke Direktorat Minerba menanyakan kapan bisa dibuka kembali. Mari kita introspeksi bersama bahwa dari dua cerita tadi terlihat bahwa negara maju relatif lebih sadar terhadap keselamatan dibandingkan negara yang relatif belum begitu maju," katanya.

Ia juga menyampaikan bahwa perbedaan peralatan tambang tidak bisa dijadikan alasan rendahnya kesadaran atas keselamatan kerja. Sebab, tiap tambang memang memiliki kebutuhan berbeda-beda dan menyesuaikan dengan karakteristik wilayahnya.

"Jika kita menggunakan peralatan seperti di negara-negara kontinental, maka apabila terjadi macet atau masalah pada peralatan, kita akan terhenti, karena suplai suku cadang dan sebagainya untuk negara kita yang kepulauan relatif membutuhkan waktu lebih lama," ujarnya.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.