DJP Catat 10,16 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT per 24 Maret 2024
Hingga 31 Maret, DJP buka kantor layanan meski hari libur.
Fortune Recap
- Direktur Jenderal Pajak mencatat 10,16 juta wajib pajak telah melaporkan SPT Tahunan, tumbuh 8,24% dari tahun sebelumnya.
- 8,94 juta SPT dilaporkan secara online (e-filing), naik dari sekitar 8,15 juta. DJP memastikan layanan pelaporan tetap buka hingga batas akhir pelaporan.
- 67,63 juta NIK telah dipadankan dengan NPWP, sementara 6.115.691 NIK masih perlu dipadankan dengan NPWP.
Jakarta, FORTUNE - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan jumlah wajib pajak yang telah melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan baru 10,16 juta per Minggu (24/3).
Ini setara 52,7 persen dari total 19,27 juta wajib pajak yang harus melaporkan SPT pada tahun ini.
Dari jumlah tersebut, 8,94 juta SPT di antaranya dilaporkan secara online (e-filing), atau naik dari sebelumnya yang sekitar 8,15 juta.
"Relatively, sebagian besar SPT disampaikan melalui e-filling dan juga e-form 970.169 SPT. Sedangkan yang manual juga masih ada kami juga terima, sebanyak 246.826 SPT," katanya.
Suryo juga mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan SPT sebelum masa akhir pelaporan pada 31 Maret 2024.
Untuk memastikan peningkatan jumlah pelaporan SPT, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan layanan pelaporan SPT orang pribadi tetap buka hingga batas akhir pelaporan, termasuk pada hari libur.
"Di sisi lain, kami akan menguatkan saluran-saluran kanal yang dapat kami sampaikan untuk berkomunikasi dengan wajib pajak," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Suryo juga melaporkan bahwa telah ada 67,63 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang telah dipadankan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). "Dari 73.482.564 wajib pajak orang pribadi di dalam negeri," katanya.
Artinya, terkait dengan 11,7 juta NIK yang sebelumnya disampaikan DJP belum dipadankan, sebagian besar atau sekitar 5,5 juta di antaranya telah dipadankan secara sistem.
"Jadi yang sisa sekaran 6.115.691 NIK, yang mungkin sebagian besar wajib pajaknya mohon maaf sudah meninggal dunia akan kami kalibrasi lagi, kemudian yang sudah begerak ke luar Indonesia," ujarnya sembari menegaskan akan terus berkoordinasi dengan Dukcapil untuk menyegerakan proses pemadanan NIK dengan NPWP.
Penggunaan NIK sebagai NPWP dan NPWP format 16 digit
Sebelumnya DJP membuat pengumuman ihwal pemberlakuan penggunaan NIK sebagai NPWP dan NPWP dengan format 16 (enam belas) digit baru pada layanan administrasi perpajakan per Januari 2024.
Maklumat tersebut disampaikan menyusul diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan No.136/2023 (PMK-136) yang mengatur bahwa NIK sebagai NPWP dan NPWP dengan format 16 digit baru dapat digunakan pada layanan administrasi perpajakan secara terbatas hingga 30 Juni 2024.
Lewat keterangan resminya, DJP menetapkan bahwa mulai Masa Pajak Januari 2024, format NPWP yang digunakan dalam administrasi perpajakan yaitu:
NPWP dengan format 15 digit (NPWP 15 digit) atau NIK, bagi orang pribadi yang merupakan penduduk; atau NPWP 15 digit, untuk Wajib Pajak orang pribadi bukan penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah. NIK dimaksud merupakan NIK yang telah dipadukan dengan NPWP atau terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
DJP juga mengumumkan bahwa dalam pembuatan bukti pemotongan Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak yang telah memadankan NIK takkan terkena tarif lebih tinggi seperti tertuang dalam Pasal 21 ayat (5a), Pasal 22 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (1a) Undang-Undang PPh.
Berdasarkan Pasal 2 PMK-136/2023, dijelaskan bahwa terhitung sejak 14 Juli 2022 wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk harus menggunakan NIK. Artinya, jika NIK wajib pajak belum terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak, ia dianggap belum memiliki NPWP.
"Dalam hal identitas penerima penghasilan [...] diisi dengan NIK yang telah diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2, tarif lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5a), Pasal 22 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (1a) UU PPh tidak dikenakan atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh terhadap orang pribadi penduduk dimaksud," demikian bunyi petikan pengumuman tersebut, Selasa (13/2).
Dalam Pasal 21 ayat (5a) UU PPh, disebutkan bahwa besaran tarif yang dimaksud sesuai dengan yang diterapkan pada wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 20 persen daripada tarif yang diterapkan pada wajib pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
"Terhadap orang pribadi penduduk [...] yang belum melakukan pendaftaran dengan mengaktivasi NIK sebagai NPWP, Direktur Jenderal Pajak dapat mengaktivasi NIK sebagai NPWP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," demikian pengumuman tersebut.