Kuota Subsidi Solar Jebol, Konsumsi 13% Melebihi Kuota
Pertamina minta pemerintah revisi kategori penerima subsidi.
Jakarta, FORTUNE - PT Pertamina (Persero) mencatat penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar subsidi hingga April 2022 telah melebihi 13 persen dari kuota yang ditetapkan BPH Migas sebesar 15,1 juta kilo liter (kl). Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memaparkan dari kuota solar subsidi tersebut, 14 juta kl di antaranya diperuntukkan untuk retail, sementara 1 juta kl untuk industri kecil.
"Secara penyaluran harusnya kita tidak boleh over kuota karena ini anggaran di APBN, ini uang rakyat," ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi VII, Rabu (6/4).
Menurut Nicke, lonjakan permintaan terjadi akibat peningkatan mobilitas di dalam negeri seiring dengan dilonggarkannya berbagai pembatasan pergerakan masyarakat. Kondisi tersebut akhirnya membuat Pertamina, atas izin pemerintah, menambah kuota Solar subsidi untuk mencegah kelangkaan.
"Dengan recovery lebih cepat kita merasakan betul demand naiknya tajam khususnya berkaitan dengan logistik jelang Idulfitri," jelasnya.
Nicke juga menuturkan, butuh tambahan kuota hingga 2 juta kl jika permintaan terus melonjak seperti kondisi saat ini. Masalahnya, tak semua solar subsidi yang dikeluarkan tepat sasaran. Sebab berbagai indikasi penggunaan solar subsidi oleh industri besar telah terlihat sejak kelangkaan solar terjadi di sejumlah daerah.
Karena itu lah, kata Nicke, perusahaannya membentuk satuan tugas untuk memantau permintaan dan ketersediaan pasokan, serta ketepatan sasaran distribusinya. "Hari ini kami menyadari kebutuhan tinggi walaupun melampaui kuota seluruh daerah kami tetap suplai," imbuhnya.
Subsidi jebol
Dalam kesempatan tersebut, Nicke juga menanggapi rencana pemerintah menaikan harga pertalite dan LPG 3 Kg. Menurutnya, jika hal tersebut ingin Islam, Pertamina sebaiknya merevisi terlebih dahulu kriteria penerima subsidi agar menjadi lebih tepat sasaran. Sebab dalam ketentuan saat ini, kata Nicke, tidak ada detail khusus siapa yang berhak menerima subsidi komoditas tersebut.
"Dalam perpres 191 yang ada saat ini itu tidak mendetailkan siapa yang berhak mendapatkan barang subsidi itu. Kami sudah meminta Kementerian ESDM untuk merivisi Perpres 191 tersebut," jelasnya.
Seperti halnya Solar, Pertalite dan LPG 3 Kg sebenarnya juga telah melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah. Namun, lantaran barang-barang tersebut sangat dibutuhkan, maka produksinya terus dilakukan untuk menekan gejolak di masyarakat.
Pertalite, misalnya, dari jatah subsidi sebanyak 23,05 juta KL hingga hari ini pengeluarannya sudah melebihi kuota hingga 12 persen. Sementara LPG 3 Kg, konsumsinya hingga kini sudah nyaris memenuhi kuota, yakni 93 persen dari subsidi yang dialokasikan. "Masa iya, 93 persen ini semua masyarakat susah yang jual warteg dan masyarakat gak mampu?" ucapnya heran.
Nicke juga menuturkan bahwa hingga saat ini pemerintah harus nombok Rp33.750 per kg untuk subsidi LPG 3 Kg. Jika kuota subsidi jebol, maka anggaran yang harus disiapkan pemerintah otomatis akan membengkak.
"Tapi kita juga gimana mau maksimal monitoring dan penindakan yang jelas kalau detail iapa yang berhak siapa yang tidak berhak karena di aturannya memang tidak ada," tandasnya.