Luhut Sebut Pertamina Perketat Penyaluran Subsidi per 17 Agustus 2024
Pemerintah dorong penggunaan bioetanol buat tekan polusi.
Fortune Recap
- Pertamina tengah menyiapkan skema subsidi tepat sasaran untuk mengurangi penggunaan BBM dan LPG bersubsidi oleh masyarakat yang tidak berhak
- Pemerintah mendorong alternatif pengganti bensin melalui bioetanol untuk mengurangi polusi udara dan menekan pembayaran BPJS hingga Rp38 triliun
- Pemerintah melakukan antisipasi dengan digitalisasi di sektor pertambangan batu bara dan kelapa sawit untuk meningkatkan penerimaan pajak
Jakarta, FORTUNE - PT Pertamina (Persero) tengah menyiapkan skema penyaluran subsidi lebih tepat sasaran untuk mengurangi pengggunaan produk BBM dan LPG bersubsidi oleh masyarakat yang tak berhak.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, penyaluran subsidi tepat sasaran merupakan salah satu masalah inefisiensi yang sedang dibenahi pemerintah.
"Kita berharap 17 Agustus ini orang yang tidak berhak dapat subsidi bisa kita kurangi. Kita hitung di situ," ujar Luhut dalam unggahan video di akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan, dikutip Rabu (10/7).
Dia mengatakan masih banyak masalah lain yang dapat diselesaikan satu per satu untuk bisa meningkatkan penerimaan sekaligus menghemat belanja negara.
Di antara yang dia sebut adalah rencana pemerintah untuk mendorong alternatif pengganti bensin melalui biotenaol. Sebab, selain mampu mengurangi kadar polusi udara, tingkat sulfur yang dimiliki bahan bakar alternatif ini juga tergolong rendah.
"Kalau itu terjadi, sulfur itu dikurangi, itu bisa mengurangi orang yang sakit ISPA dan kesehatan sampai Rp38 triliun ekstra pembayaran BPJS," katanya.
Di luar dua hal tersebut, pemerintah juga melakukan antisipasi dengan menerapkan digitalisasi pada banyak sektor. Dia mencontohkan pemerintah telah menerapkan Sistem Informasi Mineral Batu Bara (Simbara) dalam tata kelola pertambangan batu bara.
Sistem terintegrasi ini, kata Luhut, dapat menekan selisih angka yang berkenaan dengan data mineral seperti batu bara, nikel, dan lain-lain. Dengan selisih yang kian mengecil, potensi kerugian negara juga dapat ditekan.
Karena itu, saat ini pemerintah berencana menerapkan sistem serupa untuk komoditas kelapa sawit.
"Banyak perusahaan kelapa sawit yang belum memiliki NPWP. Hal ini menyebabkan kita tidak bisa menagih PPh Badan. Jika sistem ini sudah bisa diimplementasikan, maka penerimaan pajak bisa ditingkatkan," ujarnya.