NEWS

PLN Ungkap Biang Kerok Realisasi RUPTL Terus Meleset dari Target

Target dalam RUEN dinilai tidak realistis.

PLN Ungkap Biang Kerok Realisasi RUPTL Terus Meleset dari TargetANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc
16 October 2024

Fortune Recap

  • Ketidaksesuaian metodologi perencanaan antara DEN dan PLN menjadi penyebab ketidaksesuaian target.
  • PLN, DEN, Kementerian ESDM harus duduk bersama untuk membuat perencanaan usaha ketenagalistrikan nasional lebih rasional
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Executive Vice President Aneka Energi Baru Terbarukan Perusahaan Listrik Negara (PLN), Zainal Arifin, mengungkap penyebab perusahaannya selalu gagal mencapai target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). 

Salah satunya, pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dalam sistem ketenagalistrikan nasional pada 2025.

Menurutnya, target dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang disusun oleh Dewan Energi Nasional (DEN) tidak realistis. RUEN sendiri merupakan acuan dalam penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) di Kementerian ESDM serta RUPTL oleh PLN.

"Di RUPTL, kami terpaksa membuat target 23 persen energi terbarukan pada 2025. Itu turunan dari RUEN sebenarnya. Kalau dilihat, akhirnya RUPTL jadi tidak masuk akal. Ada beberapa pembangkit yang diinisiasi dua tahun sudah COD. Ini pembangkit diesel, misalnya, tapi kami sudah tidak menggunakan diesel lagi," ujarnya dalam peluncuran Indonesia Solar Energy Outlook 2025 dan Indonesia Energy Storage System yang diselenggarakan IESR, Selasa (16/10).

Zainal mengatakan ketidaksesuaian tersebut juga disebabkan oleh metodologi berbeda yang digunakan DEN dan PLN dalam memproyeksi kebutuhan energi nasional. 

DEN, misalnya, melakukan perencanaan jangka panjang menggunakan pendekatan "backdating", yakni menentukan terlebih dahulu proyeksi konsumsi listrik pada tahun-tahun mendatang, kemudian membuat asumsi kebutuhan energi. 

"Sedangkan kami biasa melakukan forecasting. Jadi, dari tren yang sudah ada, kita coba pakai algoritma. Kita coba proyeksikan ke depan," katanya sembari menambahkan bahwa PLN tidak dapat membuat perencanaan mengenai demand hanya berdasarkan agregat.

"Misalnya, pertumbuhan listrik di Kabupaten Tangerang sekian dalam beberapa tahun. Itu tidak bisa. Di PLN, harus ada tiga dimensi: berapa kapasitasnya, kapan dibutuhkan, dan lokasinya di mana. Jadi, demand di PLN seperti itu," ujarnya.

Perbedaan dalam melakukan prakiraan tersebut membuat capaian-capaian PLN terhadap RUPTL terus-menerus meleset.

"Tapi, logikanya dalam struktur hierarki undang-undang, RUEN itu harus dipakai sebagai acuan RUKN dan RUPTL. Padahal, RUPTL itu jauh lebih mendetail dibandingkan RUKN maupun RUEN," katanya.

Karena itu, Zainal menyampaikan bahwa PLN, DEN, Kementerian ESDM harus lebih banyak duduk bersama untuk membuat perencanaan usaha ketenagalistrikan nasional menjadi lebih rasional. Apalagi, pemerintah saat ini berencana merevisi RUEN.

"Kembali lagi, saya sudah melihat dokumen RUEN kemarin. Targetnya sangat tinggi. SLUP (Surplus Listrik untuk Pemakaian) di sana ada yang 15 persen. Padahal, SLUP 8 persen saja. Ketika kita bikin proyek PLTU 35.000 MW, meleset, terjadi overcapacity, dan harus membayar "take or pay" puluhan triliun. Dengan SLUP 15 persen di RUEN, saya tidak bisa membayangkan," ujarnya.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.