Sidang Tahunan MPR: Bamsoet Usul MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi
Usulan dilatarbelakangin kekhawatiran tertundanya Pemilu.
Jakarta, FORTUNE - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengusulkan agar kedudukan MPR dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara. Dalam pidatonya pada Sidang Tahunan MPR hari ini, Rabu (16/8), ia menyampaikan hal tersebut penting untuk dipikirkan dan didiskusikan bersama demi menjaga keselamatan dan keutuhan Indonesia sebagai bangsa dan negara.
Usulan tersebut dilatarbelakangi kekhawatiran tidak terselenggaranya Pemilihan Umum akibat keadaan yang di luar dugaan, seperti bencana alam yang dahsyat berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara.
"Secara hukum, tentunya tidak ada Presiden dan/atau Wakil Presiden yang terpilih sebagai produk Pemilu. Dalam keadaan demikian, timbul pertanyaan, siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut? Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum? Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota-anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?" ujarnya.
Menurut Bamsoet, masalah-masalah tersebut belum memiliki jalan keluar konstitusionalnya setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Berbeda dengan masa sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pascareformasi ketika MPR masih dapat menetapkan berbagai ketetapan yang bersifat pengaturan, untuk melengkapi kevakuman pengaturan di dalam konstitusi kita.
"Apakah setelah perubahan undang-undang dasar MPR masih memiliki kewenangan untuk melahirkan ketetapan-ketetapan yang bersifat pengaturan?" ujarnya.
Usulan Megawati
Sesuai amanat ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar, menurut Bamsoet, sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, maka MPR dapat diatribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum, untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar.
"Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu," jelasnya.
Karena itu, setelah 25 tahun lamanya Indonesia memasuki Era Reformasi, Bamsoet menilai inilah saat yang tepat untuk merenungkan kembali penataan lembaga-lembaga negara, termasuk MPR.
"Sebagaimana kita maklumi, reformasi telah melahirkan perubahan undang-undang dasar, yang sekian lama dianggap tabu untuk diubah. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menata ulang kedudukan, fungsi, dan wewenang lembaga-lembaga negara yang sudah ada, dan sekaligus menciptakan lembaga-lembaga negara yang baru," ujarnya.
"Penataan ulang itu terjadi pula pada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang semula merupakan lembaga tertinggi negara, berubah kedudukannya menjadi lembaga tinggi negara. Majelis tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945," kata Bamsoet.