Sri Mulyani Ingatkan Potensi Arbitrase dalam Perdagangan Karbon
Sri Mulyani berharap bursa karbon Indonesia kredibel.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewanti-wanti soal potensi perbedaan harga kredit karbon di pasar dalam negeri dengan internasional yang dapat menimbulkan arbitrase. Ia menyebut, misalnya, harga satu ton kredit karbon di Kanada telah mencapai US$40 dan diprediksi naik menjadi US$125 dalam waktu kurang dari lima tahun mendatang.
Indonesia, sebagai penghasil kredit karbon terbesar, berpotensi mendapatkan keuntungan dari tingginya harga karbon di pasar internasional. Namun di saat bersamaan, kepentingan untuk mencapai target penurunan emisi karbon nasional juga tak boleh diabaikan.
"Jadi, tinggal dilihat ini merugikan atau menguntungkan. Jangan sampai justru Indonesia tidak bisa menjaga kepentingannya pada saat harga karbon tidak sama dan menimbulkan dampak arbitrase," kata Sri Mulyani dalam acara CEO Networking 2021, dikutip dari Antara, Rabu (17/11).
Dalam perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim atau COP26 di Glasgow beberapa waktu lalu, menurut bendahara negara, banyak pihak telah menawarkan kerja sama dengan Indonesia dalam hal perdagangan karbon. Namun, pemerintah harus melakukan kajian dan menentukan langkah terlebih dahulu untuk menjaga kepentingan di domestik terutama dalam pencapaian target dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
Karena itu, pemerintah akan terus melakukan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) mulai dari pengusaha hingga otoritas bursa baik efek (pasar modal) maupun berjangka dan komiditi.