Ambisi Indonesia untuk Hentikan Penggunaan Batubara Tuai Kritik
Ahli kritik ambisi Indonesia hentikan penggunaan batubara
Fortune Recap
- Presiden Prabowo Subianto tekad hentikan PLTU batubara dalam 15 tahun.
- Target energi terbarukan di atas 75 GW hingga 2070, emisi nol pada 2050.
- Ahli kritik target ambisius karena ketergantungan pada batubara dan pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia.
Jakarta, FORTUNE – Presiden Prabowo Subianto menyatakan tekad untuk menghentikan operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis Batubara dalam 15 tahun mendatang. Ia juga menargetkan pembangunan kapasitas energi terbarukan bisa mencapai lebih dari 75 GW hingga 2070, serta mencapai emisi nol bersih pada 2050.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Rio de Janeiro, Brasil, pada November 2024. Hal yang sama juga disampaikan saat Prabowo menghadiri forum APEC CEO Summit di Peru.
Kendati demikian, sejumlah ahli mengkritik target ini karena dinilai terlalu ambisius, terutama mengingat kondisi saat ini di mana 66 persen listrik Indonesia masih bergantung pada batubara. Kritik juga diarahkan pada kenyataan bahwa Indonesia terus membangun PLTU baru di tengah komitmen transisi energi.
Ketergantungan pada batubara merupakan tantangan besar, terutama karena energi ini mendukung sektor pemrosesan nikel, yang merupakan penggerak ekonomi utama Indonesia. Nikel juga menjadi bagian penting dalam rantai pasokan global baja tahan karat dan kendaraan listrik.
Diperlukan Perubahan Sistemik
Badan Energi Internasional (IEA) dan para ahli energi menilai bahwa Indonesia membutuhkan transformasi sistemik untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Langkah ini termasuk mencabut kebijakan yang masih mendukung penggunaan energi fosil serta mengembangkan infrastruktur energi bersih seperti jaringan transmisi. Selain itu, industri strategis perlu didorong untuk beralih dari batubara ke energi terbarukan.
Data terbaru dari IEA menunjukkan, sektor energi Indonesia menghasilkan sekitar 650 juta ton karbon pada 2022, menempatkan negara ini sebagai penghasil emisi karbon terbesar ketujuh di dunia.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, transisi ini memungkinkan dari sisi teknis dan finansial, tetapi membutuhkan reformasi besar-besaran.
"Secara teknis dan finansial, hal ini layak dilakukan, tetapi kuncinya adalah ada banyak reformasi yang perlu dilakukan," ujar Tumiwa, dikutip dari Financial Times pada Selasa (14/1).
Stagnasi Investasi Energi Terbarukan
Indonesia memerlukan investasi sekitar US$1,2 triliun hingga tahun 2050 untuk membangun jaringan energi bersih, termasuk penyimpanan dan transmisi. Angka ini belum mencakup biaya penghentian dini PLTU yang diperkirakan mencapai US$28 miliar.
Kendati demikian, investasi di sektor energi terbarukan pada 2023 hanya mencapai US$1,5 miliar, jauh dari kebutuhan.
Lembaga think tank energi Ember menyebutkan, untuk mencapai target penghapusan PLTU dalam 15 tahun, Indonesia perlu menambah kapasitas energi terbarukan sebesar 8 GW per tahun dan menghentikan penggunaan batubara sebanyak 3 GW per tahun hingga 2040. Namun, antara 2018 hingga 2023, Indonesia hanya berhasil menambah kapasitas energi terbarukan sebesar 3,3 GW.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun menunjukkan, pada 2023, energi terbarukan hanya menyumbang 13 persen dari total bauran energi, sementara batubara menyumbang 40 persen.
Target peningkatan energi terbarukan menjadi 23 persen pada 2025 dianggap tidak realistis dengan laju pembangunan saat ini.
Hambatan Kebijakan dan Investasi
Harga batubara di Indonesia diatur dengan batas maksimum untuk keperluan pembangkit listrik, membuatnya jauh lebih murah dibandingkan energi alternatif. Peraturan ini, ditambah kewajiban produsen menjual kepada PT PLN (Persero), yang dinilai menghambat daya tarik investasi energi terbarukan. Selain itu, regulasi yang ketat terkait kepemilikan proyek, pengadaan, dan persyaratan konten lokal juga menjadi hambatan.
Fabby Tumiwa menekankan pentingnya meningkatkan daya tarik investasi energi terbarukan di Indonesia. IEA juga menyarankan agar subsidi bahan bakar fosil, termasuk kebijakan batas harga batubara, dihapus untuk mempercepat pembangunan energi bersih.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyatakan pemerintah sedang mengambil langkah untuk memfasilitasi sektor swasta dalam pengembangan energi terbarukan. Namun, ia mengakui bahwa mencapai target yang ditetapkan Prabowo merupakan tantangan besar.
Tantangan Eksternal dan Internal
Pendanaan internasional untuk mendukung transisi energi Indonesia dinilai belum optimal menjadi tantangan besar. Pada 2022, negara-negara maju yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang sepakat menyediakan hampir US$22 miliar untuk mendukung transisi ini. Namun, realisasi pencairan dana tersebut masih sangat minim.
Selain kebutuhan investasi besar untuk pembangkit, Indonesia memerlukan jaringan transmisi yang memadai di sejumlah pulau, serta penyimpanan energi untuk memastikan pasokan listrik bersih.
Banyak sumber energi hijau seperti tenaga panas bumi, angin, hidro, dan surya yang potensial dihasilkan jauh di luar Jawa, tempat mayoritas penduduk Indonesia tinggal.
Sementara itu, kapasitas batubara terus meningkat, bahkan telah berlipat ganda sejak Indonesia menandatangani Perjanjian Paris pada 2015. Produksi batubara mencapai rekor 831 juta ton pada 2024, sebagian besar untuk mendukung industri pemrosesan mineral, terutama nikel.
Kebijakan pemerintah melarang ekspor bijih nikel sejak 2020 telah mendorong perusahaan untuk berinvestasi dalam pemrosesan domestik, yang sebagian besar masih bergantung pada batubara.
Masa Depan Kebijakan Energi Indonesia
Lembaga pemeringkat Fitch menyoroti lemahnya implementasi Indonesia dalam memenuhi komitmen transisi energi sebelumnya. Meski ambisius, kebijakan energi Prabowo menghadapi tantangan besar dalam implementasi dan berpotensi meningkatkan risiko bagi keamanan energi nasional. Reformasi kebijakan dan pengembangan investasi energi bersih akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia dalam mencapai target ini.