Jakarta, FORTUNE – Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan pemberlakuan kewajiban Sertifikasi Halal belum mencapai target, yang terbukti dengan masih banyaknya produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) belum tersertifikasi.
Hingga 15 Mei 2024, penerbitan sertifikat halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sejak 2019 untuk semua jenis produk baru mencapai 4.418.343 produk dari target 10 juta produk atau setara dengan 44,18 persen. Sedangkan total jumlah UMKM yang ada sekitar 28 juta.
“Oleh karena itu tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur. Tidak 2024 tetapi 2026,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam keterangannya yang dikutip Kamis (16/5).
Airlangga mengatakan pengunduran wajib sertifikasi halal ini juga berlaku untuk produk kosmetik, aksesori, barang gunaan rumah tangga, berbagai alat kesehatan, dan juga terkait dengan halal juga baru diberlakukan pada 2026.
Kendati memundurkan waktunya, sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, hasil penyembelihan, dan jasa penyembelihan setelah 17 Oktober 2024 tetap diberlakukan untuk pelaku usaha menengah dan besar.
Kemudian, untuk produk-produk dari luar negeri juga wajib bersertifikat halal setelah menandatangani mutual recognition arrangements (MRA) dengan Indonesia.
"Sekarang ada 16 negara sudah melakukan MRA. Maka negara yang sudah melakukan MRA itu diberlakukan karena halalnya disertifikasi di negara asal sehingga barangnya bisa masuk. Tetapi bagi negara yang belum tanda tangan MRA ini belum diberlakukan," ujarnya.
Perubahan PP 39 tahun 2021
Dalam tindak lanjut pelaksanaan kebijakan Jaminan Produk Halal (JPH) yang diatur dalam Undang-Undang (UU) No.11/2020 tentang Cipta Kerja dengan peraturan turunannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.39/2021, pemerintah menyelenggarakan rapat internal percepatan kewajiban sertifikasi halal dan perkembangan rancangan peraturan pemerintah (RPP) jaminan produk halal di Istana Merdeka, Rabu (15/05).
Dalam penerapannya, kebijakan tersebut menyimpan beberapa kendala khususnya dalam hal waktu proses penetapan halal. Karena itu, perlu ada perubahan pada UU Cipta Kerja yang ditetapkan melalui Undang-Undang No.6/2023 untuk perluasan kelembagaan yang berwenang menetapkan kehalalan produk.
Saat ini draft RPP Perubahan PP 39/2021 untuk mengakomodir perubahan pada UU Cipta Kerja No.6/2023 sedang disiapkan.
Salah satu perubahannya menyangkut penambahan lingkup inspeksi terhadap tempat lainnya untuk pemotongan hewan/unggas selain Rumah Potong Hewan (RPH), sehingga diperbolehkan menyembelih di pasar basah.