Muhammadiyah: Kripto Haram Sebagai Investasi dan Alat Tukar
Sifat spekulatif dan ketidakstabilan jadi faktor utama.
Jakarta, FORTUNE - Muhammadiyah mengeluarkan pandangan terkait Cryptocurrency atau mata uang kripto. Dalam kajiannya, Muhammadiyah menegaskan bahwa kripto haram, baik sebagai investasi maupun alat tukar.
Dilansir dari laman resmi muhammadiyah.or.id, Rabu (19/1), dijelaskan bahwa cryptocurrency adalah mata uang digital bersifat komplementer dan berbeda dengan jenis mata uang resmi yang beredar di suatu negara yang dikeluarkan oleh otoritas resmi seperti bank sentral.
Operasional uang ini didasarkan pada teknologi blockchain, yaitu suatu transaksi digital yang dalam strukturnya melalui jaringan komputer, catatan setiap individu yang disebut dengan “blok” akan dihubungkan bersama dalam satu daftar yang dikenal dengan “chain”.
Sebelumnya, beberapa lembaga otoritas fatwa keagamaan yang menyatakan hukum bermuamalah dengan mata uang kripto adalah haram, yakni Al Azhar lewat Majma’ al Buhuts al Islamiyah dan Dar al Ifta Mesir. Di Indonesia, MUI pun mengeluarkan fatwa serupa.
Alasan Muhammadiyah haramkan kripto
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah memandang mata uang kripto ini dilihat dari dua sisi, yakni sebagai instrumen investasi dan sebagai alat tukar. Dalam kerangka Etika Bisnis yang diputuskan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam Musyawarah Nasional XXVII di Padang tahun 2003 sebagai seperangkat norma yang bertumpu pada akidah, syariat, dan akhlak yang diambil dari Alqur’an dan Sunah Al Maqbulah yang digunakan sebagai tolok ukur dalam kegiatan bisnis serta hal-hal yang berhubungan dengannya.
Pertama, kripto sebagai alat investasi. Sebagai alat investasi, mata uang kripto ini memiliki banyak kekurangan jika ditinjau dari syariat Islam, seperti adanya sifat spekulatif yang sangat kentara.
Nilai bitcoin ini sangat fluktuatif dengan kenaikan atau keturunan yang tidak wajar. Selain sifatnya yang spekulatif menggunakan bitcoin juga mengandung gharar (ketidakjelasan). Bitcoin hanyalah angka-angka tanpa adanya underlying-asset atau aset yang menjamin bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain).
Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat sebagaimana Firman Allah dan hadis Nabi Saw serta tidak memenuhi nilai dan tolok ukur Etika Bisnis menurut Muhammadiyah, khususnya dua poin ini, yaitu: tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90).
Kripto sebagai alat tukar tidak memenuhi syarat
Kedua, kripto sebagai alat tukar. Sebagai alat tukar sebenarnya mata uang kripto ini hukum asalnya adalah boleh sebagaimana kaidah fikih dalam bermuamalah. Penggunaan mata uang kripto sebenarnya mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama rida, tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku. Namun demikian, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah.
Bagi Majelis Tarjih, standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar seharusnya memenuhi dua syarat, yakni diterima masyarakat dan disahkan negara yang dalam hal ini diwakili oleh otoritas resminya seperti bank sentral.
Penggunaan bitcoin sebagai alat tukar sendiri, bukan hanya belum disahkan negara kita, akan tetapi juga tidak memiliki otoritas resmi yang bertanggungjawab atasnya. Belum lagi jika kita berbicara mengenai perlindungan terhadap konsumen pengguna bitcoin.
Dari hal-hal yang disampaikan di atas, dapat diketahui bahwa terdapat kemudaratan dalam mata uang kripto ini. Oleh karena itu, dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 01 tahun 2022 menetapkan bahwa mata uang kripto hukumnya haram, baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar.
Saat ini, peraturan mengenai perdagangan aset kripto di Indonesia diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tak seperti di beberapa negara lain di mana mata uang kripto bisa digunakan untuk transaksi, di Indonesia aset kripto hanya bisa diperdagangkan di bursa berjangka.
Aturan mengenai perdagangan bitcoin tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto dan Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka, yang telah dirubah dengan Perba Nomor 9 Tahun 2019, kemudian Perubahan Kedua dengan Perba Nomor 2 Tahun 2020 dan Perubahan Ketiga dengan Perba Nomor 3 Tahun 2020.