Jakarta, FORTUNE – Bias teknologi berpotensi terjadi dalam penerapan sistem kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). CEO OpenAI, perusahaan pengembang ChatGPT, Sam Altman, mengatakan untuk mengantisipasi hal tersenbut, perlu sebuah regulasi yang disusun bersama dan disepakati seluruh komunitas global.
Menurut Sam, tidak dapat dipungkiri bahwa ancaman selalu terbuka, khususnya yang berkaitan dengan hal baru seperti teknologi AI. “Dalam masalah bias dalam sistem, keandalan ataupun dampak ekonomi diperlukan sebuah komunitas global yang disatukan dalam regulasi, “ ujarnya dalam acara ‘Conversation with Sam Altman’ di Grand Ballroom, Kempinski, Jakarta, Rabu (14/6).
OpenAI menurutnya memiliki sistem AI yang mampu memahami berbagai bahasa alami, terutama untuk mempelajari berbagai hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Bahkan, sistem yang dikembangkannya ini diklaim mampu mengumpulkan nilai-nilai etika dunia dalam sebuah sistem yang bisa menyesuaikan dalam berbagai konteks berbeda.
Oleh sebab itu, keterlibatan berbagai pihak di seluruh dunia dalam pengembangan program yang digagasnya ini cukup penting, khususnya peran manusia untuk mewujudkan teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan dan langkah kolaboratif.
“Teknologi tidak dapat dihentikan, kita tidak boleh menghentikannya. Sehingga, kita perlu membimbingnya cukup banyak,” katanya.
Pekerjaan yang tergantikan
Menurut Sam, manusia harus terus bergerak menuju masa depan, dan perkembangan teknologi AI adalah bagian di dalamnya. Alih-alih khawatir adanya potensi beberapa pekerjaan yang akan tergantikan oleh mesin, Sam justru berpendapat kehadiran AI dapat memunculkan banyak pekerjaan baru di masa depan. “Pasti akan ada pergeseran jenis pekerjaan, dan masih ada banyak lagi hal yang akan terjadi,” ujarnya.
Pekerjaan seperti programmer, akan 2-3 kali lipat lebih efektif dari sebelumnya. Berbagai kode program pun membutuhkan peran manusia yang cukup besar. Tujuannya, untuk membuat kehidupan semakin mudah, dinamis, dan terus berkembang pesat.
Meski begitu, ada beberapa pekerjaan yang masih belum dapat tergantikan oleh AI. “Saya pikir, untuk menggantikan peran jurnalis, AI membutuhkan waktu yang masih panjang, sehingga AI belum akan menggantikan jurnalis,” katanya.
Pendidikan
Pada kesempatan sama, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, menanyakan pendapat Sam soal adanya kekhawatiran penilaian kuantitas dan kualitas dalam proses belajar-mengajar akan tertantang dengan kehadiran teknologi AI.
Di hadapan pengunjung forum yang hadir, Sam mengatakan masyarakat tak perlu khawatir, karena sistem pendidikan memang akan berubah drastis dengan kehadiran teknologi. Menurutnya, AI justru akan lebih membantu para guru dan murid dalam proses belajar mengajar. “Mereka bisa menggunakan kreativitas mereka untuk meningkatkan proses edukasi,” ujarnya.
Daripada khawatir, lagi-lagi Sam mengatakan bahwa teknologi justru harus diterima, dipahami, dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kemajuan kehidupan manusia. “Kini kita punya alat yang lebih baik untuk membangun daripada sebelumnya. Bahkan, bisa berkontribusi pada infrastruktur sosial dan masyarakat akan menghadirkan banyak kejutan, terutama dalam hal kemampuan yang lebih baik lagi,” ujarnya.