Jakarta, FORTUNE – Perusahaan teknologi, Confluent, menilai bahwa Prospek Bisnis Data Streaming Platform (DSP) berpeluang tumbuh di Indonesia, seiring perkembangan teknologi digital dan kebutuhan masyaraka akan kecepatan perpindahan data secara real-time.
Area Vice President Asia Confluent Indonesia, Rully Moulany, mengatakan bahwa lahirnya inovasi DSP didorong oleh kebutuhan terhadap ketersediaan data dari berbagai sumber, dalam melakukan aksi perpindahan data dalam kecepatan real-time kian mempermudah layanan yang ditawarkan oleh banyak perusahaan di dunia.
“Berbagai layanan yang mulai bertransformasi secara digital, mulai dari finansial, transportasi, kesehatan, dan apapun lainnya, saya yakin tidak ada satu pun yang tidak mengandalkan data streaming di sistem operasionalnya,” ujar Rully kepada Fortune Indonesia, Selasa (12/11).
Dengan perkembangan teknologi aplikasi di berbagai bidang–seperti perbankan, telekomunikasi, transportasi, kesehatan, atau belanja online–yang makin terintegrasi di Indonesia, ditambah dengan pemanfaatan Internet of Things (IoT) sampai teknologi AI (Artifical Intelligence), DSP kian dibutuhkan untuk menjamin kenyamanan pengguna, dan pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan bisnis.
Jika dianalogikan, DSP semacam pusat sistem saraf di tubuh manusia, yang mengatur berbagai interaksi stimulus yang menggerakkan organ-organ seperti tangan, kaki, mata, dan lainnya. Sehingga, ketika sebuah sistem pembayaran belanja online terhubung dengan layanan digital dari sebuah bank, DSP berperan memastikan lalu lintas data yang kompleks bisa berjalan dengan lancar, cepat, dan real-time.
“Saya yakin sama sustainability dari bisnis ini, karena kebutuhannya itu jangka panjang dan tuntutannya (pasar) semakin dahsyat, semakin tinggi,” kata Rully.
Dengan demikian, DSP dalam memberikan nilai tambah bagi transformasi teknologi di berbagai bidang.
Studi 2024 Data Streaming Report: Breaking Down the Barriers to Business Agility & Innovation menunjukkan, bahwa sebanyak 93 persen pemimpin Teknologi Informasi (TI) di Indonesia telah melihat keuntungan 2-10 kali lipat dari investasi data streaming. Selain itu, 93 persen telah mendapatkan manfaat yang signifikan dari pengalaman pelanggan yang kaya dan responsif melalui aktivitas data streaming.
Tantangan
Meski demikian, bisnis DSP di indonesia memiliki sejumlah tantangan, seperti minimnya rasio soal sumber daya manusia (SDM) terlatih bila disandingkan dengan populasi total penduduk.
“Tapi ini jadi tantangan yang sebenarnya klasik pada bidang teknologi di Indonesia. Bukan hanya jadi tantangan untuk bisnis DSP saja, tapi juga bagi pemerintah dan perusahaan-perusahaan dengan layanan DSP lainnya,” katanya.
Selain itu, proses pengenalan tentang bisnis DSP kepada publik–khususnya perusahaan yang butuh optimalisasi data streaming–juga perlu terus dilakukan.
Salah satu upayanya adalah lewat berbagai forum pertemuan untuk membagikan informasi nilai tambah dari DSP, sehingga calon pengguna bisa menyadari pentingnya DSP dan tertarik untuk menggunakannya.
Confluent di Indonesia
Konsep DSP memang ditemukan pertama kali oleh para pendiri Confluent (Jay Kreps, Jun Rao, dan Neha Narkhede) pada tahun 2010, berupa model sistem yang dinamakan KAFKA dan kini bisa diakses secara open source.
Hal ini otomatis membuat Confluent yang didirikan pada tahun 2014, sebagai pelopor dari teknologi DSP di dunia.
Di Indonesia, Confluent pertama kali masuk dalam ekosistem teknologi perbankan pada tahun 2020, di salah satu bank milik pemerintah. Confluent baru resmi beroperasi di Indonesia pada 2021 sejalan potensi bisnis berkelanjutan di pasar dalam negeri.
“Confluent punya dua produk yang ditawarkan, yakni Confluent Platform, di mana kami hanya menyediakan perangkat lunaknya saja, dan klien bisa mengoperasikannya sendiri. Kemudian, Confluent Cloud adalah managed service, di mana kami mengelolanya secara menyeluruh dan klien hanya tinggal connect saja,” kata Rully.
Dia mengklaim Confluent memiliki keunggulan apda fleksibilitas pembayaran layanan DSP yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. “Untuk penggunaan skala kecil, mungkin bisa saja klien hanya perlu bayar US$200-US$300 per bulannya. Biasanya, ini dilakukan oleh klien startup digital natives, yang baru mencoba menerapkan DSP,” ujarnya.
Sejumlah klien Confluent di Indonesia didominasi perusahaan berskala besar, dan kebanyakan dari sektor perbankan serta perusahaan teknologi.
Sejak 2021 hingga 2024, Confluent Indonesia mencatatkan rerata pertumbuhan hingga dua kali lipat setiap tahunnya, baik dari segi pendapatan maupun jumlah klien.