Jakarta, FORTUNE – Riset IMD Future Readiness Indicator (FRI) 2024, menunjukkan bahwa perusahaan teknologi Nvidia menempati posisi puncak sebagai perusahaan paling inovatif dan paling siap beradaptasi menghadapi perubahan zaman di masa depan.
Professor Manajemen dan Inovasi IMD serta Kepala Center for Future Readiness IMD, Howard Yu, mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mendorong pencapaian ini adalah pengembangan teknologi AI (Artificial Intelligence) yang dilakukan.
“Meski Nvidia sempat gagal dengan chip pertama mereka, hingga beralih dari bisnis konsol gim ke GPU, namun pertaruhan investasi Nvidia di AI benar-benar terbayar. Kini, Nvidia menjadi salah satu perusahaan paling bernilai di dunia,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Kamis (28/11).
Nvidia mencatatkan poin penuh 100, di atas sejumlah perusahaan teknologi besar lain, seperti Microsoft (96,7 poin), Meta (84,7 poin), Alphabet (80,7 poin), dan Apple (79,3 poin).
Investasi Nvidia pada teknologi AI pertama kali dilakukan saat meluncurkan CUDA (Compute Unified Device Architecture) di tahun 2006. CUDA merupakan seperangkat alat untuk pemrograman untuk mengakselerasi kemampuan komputasi GPU (Graphics Processing Unit), dengan investasi lebih dari US$10 miliar. Saat ini, GPU Nvidia menjadi instrumen penting untuk melatih model AI, membuat perusahaan itu berada di pusat revolusi teknologi AI.
Selain nama-nama perusahaan global di atas, terselip pula perusahaan asal Asia yang masuk peringkat, meski di luar 10 besar. Mereka antara lain TSMC (12); Tencent (16), Samsung (20); Xiaomi (24); Alibaba (28); Baidu (29); Sony (32), Nintendo (39); hingga JD.com (40).
Faktor penilaian
IMD FRI 2024 mengungkapkan terdapat tiga faktor penentu kesuksesan dalam riset, yakni:
- Ketahanan inovasi: Perusahaan perlu mengembangkan portofolio riset dan pengembangan yang beragam terutama di AI dan komputasi tingkat lanjut untuk menjaga kesuksesan jangka panjang.
- Pengembangan ekosistem: Perusahaan dengan bisnis yang beragam, punya margin laba atas aset yang lebih tinggi.
- Kestabilan finansial jangka panjang: Perusahaan mesti memprioritaskan likuiditas lewat arus kas positif. Sebab, perusahaan semacam ini memiliki pertumbuhan kapitalisasi pasar gabungan (CQGR 31 persen) yang lebih tinggi daripada hanya mengandalkan cara tradisional yang membakar uang investor.
Menurut Yu, Riset FRI dilakukan untuk menilai kemampuan suatu perusahaan untuk mengantisipasi dan beradaptasi terhadap perubahan eksternal untuk menjaga pertumbuhan usaha lewat inovasi dan adaptasi.
Hal ini diukur berdasarkan faktor-faktor seperti fundamental keuangan, penelitian dan pengembangan, inovasi, ekspektasi investor terhadap pertumbuhan masa depan, keragaman bisnis dan karyawan, serta pengelolaan kas dan utang.
Dari hasil pengukuran ini, poin tertinggi ditandai dengan angka 100, sementara perusahaan yang mendapat skor di bawah 50 dinilai memiliki tantangan untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan. “Banyak perusahaan perangkat keras ada di kategori ini,” ujar Yu.