VIDA Rilis Identity Stack Atasi Penipuan Keuangan Berteknologi AI

Kasus penipuan keuangan berteknologi AI meningkat 1.550%.

VIDA Rilis Identity Stack Atasi Penipuan Keuangan Berteknologi AI
CEO VIDA, Victor Indajang. (dok. VIDA)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSRE), PT Indonesia Digital Identity (VIDA), memperkenalkan VIDA Identity Stack (VIS) sebagai solusi dalam menghadapi peningkatan kasus penipuan berbasis Teknologi AI (Artificial Intelligence) di sektor Keuangan.

CEO VIDA, Victor Indajang, mengatakan hingga tahun ini kasus penipuan berbasis AI di sektor keuangan dalam negeru terus melonjak hingga mencapai 1.550 persen. “Ini menjadi peringatan tegas bagi kita semua. Jika tidak segera ditangani, kerugian finansial dan reputasi yang ditimbulkan akan semakin besar. Industri keuangan harus beradaptasi dan memperkuat pertahanan mereka terhadap ancaman ini,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (10/12).

VIS adalah solusi komprehensif yang menggabungkan verifikasi identitas, otentikasi pengguna, dan deteksi penipuan berbasis AI. Inovasi ini dirancang untuk mencegah penipuan identitas, memberikan perlindungan menyeluruh bagi bisnis dan konsumen.

"Dengan VIS, kami menawarkan solusi yang tidak hanya mendeteksi, tetapi juga mencegah penipuan sebelum terjadi. Ini adalah langkah krusial dalam memastikan integritas dan keamanan transaksi digital di Indonesia," kata Victor.

Peningkatan drastis kasus penipuan berbasis teknologi AI di sektor keuangan menjadi perhatian serius bagi industri keuangan untuk segera diantisipasi dengan mengambil langkah proaktif dalam melindungi bisnis dan konsumen dari ancaman yang semakin kompleks. “Industri keuangan harus beradaptasi dan memperkuat pertahanan mereka terhadap ancaman ini," ujarnya.

Cakupan metode penipuan

Ilustrasi deepfake. (Pixabay/Gerd Altmann)

Berdasarkan kajian VIDA, penipuan berbasi AI di sektor keuangan Indonesia mencakup berbagai metode canggih, seperti deepfake. Penjahat siber semakin sering menggunakan teknologi deepfake untuk menciptakan video, audio, dan gambar palsu yang realistis.

“Penyalahgunaan teknologi ini meningkat 700 persen secara global, memungkinkan pelaku menyamar sebagai individu lain atau memanipulasi sistem verifikasi, sehingga menimbulkan risiko keamanan yang signifikan,” kata Victor.

Metode berikutnya yang kerap terjadi, ialah pengambilalihan akun, di mana 97 persen bisnis di Indonesia melaporkan kasus ini, yang seringkali diakibatkan pencurian kredensial lewat phishing dan pelanggaran data.

Akibatnya, 76 persen transaksi menjadi tidak sah atau pelanggaran data yang merusak stabilitas finansial, termasuk reputasi perusahaan.

Metode terakhir yang sering terjadi adalah penipuan indentitas sintetis, yang diciptakan lewat manipulasi data dengan menggunakan teknologi AI. “Sebanyak 56 persen bisnis di Indonesia mengalami jenis penipuan ini,” ujar Victor seraya menegaskan bahwa lembaga keuangan di Indonesia harus memperkuat verifikasi biometrik dan mengadopsi deteksi penipuan, untuk mengantisipasi risiko ini.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya