Jakarta, FORTUNE - Apple baru saja merilis makalah yang menyiratkan bahwa model bahasa besar atau large language model (LLM) seperti GPT-4, yang selama ini membuat seluruh dunia terkesan dengan kemampuannya meniru teks manusia dan menyelesaikan tugas kompleks, yang kini mendekati batas maksimalnya.
Meskipun LLM telah menjadi sorotan utama dalam perkembangan Kecerdasan Buatan (AI), ada kekhawatiran bahwa teknologi ini mulai mencapai titik jenuh. "Para ahli seperti Gary Marcus telah lama memperingatkan bahwa LLM, meskipun brilian, memiliki batasan signifikan," kata laporan Aplle, melansir Fortune.com, Senin (21/10).
Banyak venture capital (VC) telah menginvestasikan miliaran dolar ke dalam startup LLM, dengan harapan meraih keuntungan besar dalam apa yang disebut sebagai "gold rush" AI berikutnya.
Namun, seperti diibaratkan dalam laporan, mereka bertindak layaknya "sekumpulan lemming yang berlari menuju tebing" tanpa menyadari LLM mungkin telah mencapai puncaknya. Sebagian besar investor ini, menurut prediksi, akan segera merasakan dampaknya ketika teknologi ini mencapai batasnya dan kehilangan nilai investasinya.
LLM memiliki beberapa kelemahan mendasar, seperti ketidakmampuannya untuk benar-benar memahami teks yang dihasilkannya. LLM hanya berfungsi sebagai mesin pengenalan pola yang memprediksi teks berdasarkan data besar. Hal ini menyebabkan fenomena yang disebut "halusinasi", di mana model ini dengan percaya diri memberikan informasi yang salah.
"LLM memang mengesankan, tetapi tidak mampu berpikir kritis atau menyelesaikan masalah kompleks seperti manusia," kata laporan tersebut.
Selain itu, penggunaan sumber daya untuk melatih LLM sangat besar. Dibutuhkan data dan daya komputasi dalam jumlah yang sangat besar untuk menjalankan model ini, menjadikannya tidak efisien dan mahal untuk diskalakan. Bahkan, menambah ukuran model atau data tidak akan menyelesaikan masalah ini.
"Seperti yang disarankan dalam makalah Apple, pendekatan saat ini terhadap LLM memiliki batasan yang signifikan," kata para peneliti.
Gelombang AI baru
Gary Marcus menyebut LLM sebagai hal brilian tapi bodoh, karena meskipun mampu menghasilkan output yang mengesankan, LLM tidak mampu bernalar dan berpikir secara mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa kita semakin dekat dengan titik akhir perkembangan LLM.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa AI secara keseluruhan berada dalam kondisi stagnan. Sebaliknya, perkembangan AI masih berlanjut dengan pola yang disebut kurva-S inovasi, di mana setiap teknologi besar mengalami periode stagnasi sebelum mencapai terobosan baru.
Salah satu area pengembangan yang menjanjikan adalah neurosimbolik AI, sebuah pendekatan hibrida yang menggabungkan kemampuan pengenalan pola dari jaringan saraf dengan penalaran logis dari AI simbolik. Dengan neurosimbolik AI, sistem AI dapat benar-benar memahami dan menyelesaikan masalah kompleks, melampaui kemampuan LLM yang hanya meniru bahasa manusia.
Selain itu, penelitian lain berfokus pada pembuatan model AI yang lebih kecil, lebih efisien, dan mudah diskalakan. Pendekatan ini bertujuan untuk menghasilkan model yang lebih cerdas dan efisien daripada sekadar memperbesar ukuran model seperti LLM.
AI yang lebih sadar konteks juga menjadi perhatian utama, karena saat ini LLM sering kali kehilangan konteks percakapan, menyebabkan respons yang tidak konsisten atau tidak masuk akal.
Tantangan etika seperti bias, misinformasi, dan potensi penyalahgunaan juga menjadi fokus dalam penelitian AI berikutnya. Menyelesaikan masalah ini sangat penting untuk memastikan AI dapat diadopsi secara luas di industri seperti kesehatan, hukum, dan pendidikan.
"Setiap lompatan besar dalam teknologi diawali oleh periode kegagalan dan frustrasi, tetapi ketika mencapai titik balik, itu mengubah segalanya," tulis Apple dalam makalahnya. Dengan perkembangan yang sedang berlangsung, revolusi AI sebenarnya baru dimulai, meskipun sebagian investor mungkin sudah terjun terlalu cepat dengan investasi mereka di LLM.