Jakarta, FORTUNE - Mulai 1 Januari 2025, layanan digital internasional seperti Netflix dan Spotify akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen, sejalan dengan kebijakan kenaikan tarif PPN yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suryo Utomo, saat ditanyai di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12).
Dia juga menyebutkan bahwa kebijakan ini tidak hanya berlaku untuk Netflix, tetapi juga untuk layanan serupa seperti Spotify.
“Iya, sama,” tambah Suryo saat menjawab pertanyaan terkait layanan Spotify.
Pengenaan tarif baru ini merupakan bagian dari upaya pemerintah memperluas objek pajak dalam ekosistem perekonomian digital. Pemerintah memandang langkah ini merupakan cara meningkatkan penerimaan pajak sekaligus menciptakan keadilan antara pelaku usaha konvensional dan digital, menyusul kian tingginya penetrasi layanan digital di Indonesia.
Layanan digital yang ditawarkan oleh perusahaan global telah menjadi objek PPN sebesar 10 persen sejak 2020 melalui regulasi pajak digital. Dengan kenaikan tarif menjadi 12 persen pada 2025, pelanggan layanan seperti Netflix dan Spotify dipastikan akan merasakan kenaikan harga langganan yang mencerminkan beban pajak tersebut.
Pengenaan PPN 12 persen untuk kategori konsumsi premium
Pemerintah mengenakan PPN 12 Persen untuk barang dan jasa berkategori mewah dan dikonsumsi masyarakat mampu, selain pula mengenakannya pada layanan digital.
Sebagai contoh, ada empat kategori barang dan jasa premium yang bakal termasuk objek pajak PPN 12 persen.
Pertama, bahan makanan premium seperti beras premium, buah-buahan premium, daging premium (contoh: wagyu dan daging kobe), daging ikan (contoh: salmon premium dan tuna premium), serta udang dan crustacea premium (contoh: king crab).
Kedua, jasa pendidikan dengan standar internasional dengan biaya tinggi. Ketiga, jasa pelayanan kesehatan medis premium. Terakhir, listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 VA.
Pemerintah mempertimbangkan kebijakan PPN akan dikenakan pada barang-Barang Mewah yang sebelumnya dikecualikan karena mayoritas kelompok paling kaya, yakni desil 9 dan 10, adalah yang paling banyak menikmati fasilitas pembebasan PPN ini.
Masyarakat desil 9 dan 10 menikmati pembebasan PPN sekitar Rp 41,1 triliun, sedangkan masyarakat kelompok bawah hanya sedikit menikmati pembebasan PPN.
“Ini artinya pembebasan PPN kita kemudian lebih berpihak pada kelompok yang lebih mampu. Kita juga perlu untuk sedikit memperbaiki agar dalam hal ini azas gotong royong dan keadilan tetap terjaga,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada kesempatan yang sama.