Jakarta, FORTUNE - PT Starlink Services Indonesia membantah dugaan predatory pricing atau penjualan layanan dengan lebih murah dibandingkan dengan harga pasar atas internet satelitnya di Indonesia. Perusahaan juga membantah mendapat ‘karpet merah’ atau perlakuan khusus dari pemerintah, dan mengakui telah mengikuti aturan yang berlaku.
Hal tersebut disampaikan oleh tim legal Starlink Indonesia, Krishna Vesa.
Dia mengatakan, sebagai pemain baru, perusahaan yang bermarkas besar di Amerika Serikat dan dimiliki oleh pebisnis superkaya, Elon Musk, itu perlu melakukan promosi untuk penetrasi pasar.
“Predatory pricing itu tidak ada, saat ini tidak ada. Dan promosi yang dilakukan Starlink hal wajar yang diperbolehkan oleh hukum,” kata Krishna ketika ditemui di Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta, Rabu (29/5).
Starlink hanya melakukan promosi hingga 10 Juni 2024, yang bentuknya adalah potongan harga pada perangkat kerasnya yang sebelumnya dibanderol Rp7,8 juta kini menjadi Rp4,68 juta.
Selanjutnya, Krishna menjelaskan bahwa Starlink Indonesia telah berbadan hukum dengan dokumen perizinan yang lengkap, serta memenuhi ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Starlink sudah bangun infrastruktur digital di Indonesia
Sebagai badan usaha yang sah, Starlink telah membangun network operation center (NOC) di Indonesia. Lokasi NOC Starlink berada di beberapa tempat yang tersebar di Indonesia, dan telah diperiksa oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
“Dilakukan tanpa ada special treatment, tanpa ada pembedaan dengan perusahaan lain,” ujarnya.
Krishna mengatakan semua infrastruktur digital yang dibutuhkan Starlink untuk beroperasi pun sudah ada di Indonesia. Bahkan, bila diperlukan, perusahaan tersebut dapat melakukan pemblokiran konten ilegal sesuai dengan aturan pemerintah, dan semuanya bisa langsung dilakukan dari Indonesia.
“Pengendalian trafik, kemanan, itu bisa dilakukan di Indonesia. Komitmen Starlink adalah menjaga dan mematuhi peraturan yang ada, tanpa ada pengecualian,” katanya.
Semua pemain telekomunikasi dipantau
Komisioner KPPU, Hilman Pujana, mengatakan perlu adanya pembuktian lebih lanjut terhadap dugaan predatory pricing yang dituduhkan terhadap Starlink.
"Tidak hanya kita bicara orang jual lebih murah. Bukan seperti itu konsepnya. Pelaku usaha yang melakukan predatory pricing ini ada beberapa persyaratan untuk bisa disebut sebagai aksi dari predatory pricing," kata Hilman.
Adanya pemain baru dengan teknologinya, kata Hilman, menjadi sebuah keniscayaan. Dengan demikian para pelaku usaha dapat memberikan alternatif layanan bagi masyarakat Indonesia.
"Di KPPU kita pasti akan lakukan monitor. Tidak hanya kepada Starlink, tapi kepada semua pelaku usaha sektor telekomunikasi," ujar Hilman.