Pengamat Ungkap Potensi Masalah Dari Layanan Starlink
Pemerintah perlu memastikan faktor keamanan Starlink.
Jakarta, FORTUNE – Pengamat keamanan siber yang juga merupakan Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC), Pratama Persadha, menyebut pemanfaatan layanan Starlink–unit bisnis jaringan internet berbasis satelit milik Elon Musk–bisa menimbulkan potensi ancaman bagi Indonesia.
Salah satunya, ketergantungan yang signifikan pada layanan internet satelit yang dioperasikan oleh perusahaan asing. “Negara menjadi kurang memiliki kontrol langsung atas infrastruktur tersebut dimana berarti bahwa negara mungkin tidak dapat mengambil tindakan yang diperlukan dalam situasi darurat atau konflik,” katanya kepada Fortune Indonesia, Jumat (24/5).
Keberadaan perusahaan asing di sektor komunikasi, terutama jaringan internet, bisa membuat negara rentan dari campur tangan pihak asing. Padahal, internet satelit sangat penting untuk komunikasi dan koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah dan militer. “Jika akses ke layanan tersebut terganggu atau dihentikan oleh negara asing, negara jadi tidak memiliki kontrol penuh atas jaringan,” ujar Pratama.
Menurutnya, gangguan atau penghentian akses ke layanan ini oleh negara asing dapat mengganggu fungsi-fungsi penting yang melibatkan keamanan nasional, seperti koordinasi dalam respons bencana alam, tindakan militer, atau penegakan hukum.
“Negara-negara asing atau entitas jahat dapat mencoba mengakses infrastruktur satelit untuk tujuan yang merugikan, seperti mata-mata atau serangan siber, sehingga keamanan infrastruktur satelit perlu dijaga dengan ketat untuk mencegah akses yang tidak diinginkan,” kata Pratama.
Pernah terjadi
Pratama mengungkapkan, potensi ancaman ini pernah terjadi, ketika Starlink memberikan akses internet gratis bagi pemerintah Ukraina pada awal 2022. Hal ini berlangsung dalam waktu beberapa bulan dan membuat pemerintah Ukraina tergantung pada layanan Starlink.
“Pada tanggal 30 September 2022 Starlink menghentikan layanannya. Hal ini akan sangat mengancam nyawa prajurit Ukraina yang sedang berada di medan pertempuran, karena Starlink dipergunakan oleh Ukraina sebagai media komunikasi dengan prajuit yang sedang bertugas di medan pertempuran,” katanya.
Polemik bisnis
Dari sisi bisnis, Pratama mengatakan bahwa keberadaan Starlink masih menimbulkan polemik. “Meskipun saat ini biaya untuk menggunakan internet melalui Starlink masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun Starlink memilki rencana bahwa dalam dua atau tiga tahun kedepan biaya berlangganan Starlink akan dibawah 100 ribu Rupiah, bahkan ditambah dengan biaya pembelian perangkat yang murah atau bahkan gratis,” katanya.
Hal ini akan dinilai akan mematikan bisnis ISP (Internet Service Provider) yang ada di Indonesia karena kalah bersaing dari segi harga serta layanan yang diberikan. Maka dari itu, pemerintah perlu memastikan bahwa Starlink tidak akan mengganggu kedaulatan digital di Indonesia dengan mematuhi semua peraturan yang berlaku.
“Jangan sampai sekarang Starlink masih mau memenuhi persyaratan tersebut, namun di masa depan mereka tidak mentaatinya. Salah satunya adalah memastikan bahwa trafik internet di Indonesia melalui Starlink hanya dilewatkan NAP (Network Access Provider) lokal, serta tidak menggunakan laser link sebagai backbone layanan Starlink di Indonesia,” ujar dia.