Jakarta, FORTUNE – Netflix agaknya membawa kabar kurang mengenakkan bagi seluruh penggunanya di dunia. Platform streaming asal Amerika Serikat (AS) ini bakal menindak pengguna yang melangsungkan praktik berbagi akun, termasuk mengenakan tarif bagi siapa pun yang melakukannya.
Netflix memungkinkan pengguna untuk berlangganan paket streaming dan membagikan akunnya ke sejumlah pengguna lain. Dengan satu akun (dan kata sandi yang sama), para pengguna tersebut dapat mengakses secara bersama-sama pelbagai konten yang ditawarkan.
Namun, seharusnya itu hanya terjadi dalam lingkup satu rumah atau keluarga. Nyatanya, banyak pengguna yang berbagi akun dengan orang-orang di luar hubungan tersebut.
Dalam sebuah keterangan resmi, Rabu (20/4), Netflix mengisyaratkan akan menindak pengguna yang melakukan praktik tersebut. Raksasa streaming itu memperkirakan lebih dari 100 juta rumah tangga telah melanggar aturan yang dicanangkannya.
Netflix mengambil langkah tegas karena telah kehilangan 200 ribu pelanggan akibat persaingan ketat dan kenaikan harga paket di sejumlah negara. Mereka juga belum lama ini menyetop operasi di Rusia akibat konflik bersenjata di Ukraina. Netflix memperkirakan akan ada dua juta pelanggan lagi yang hengkang dari platform.
"Pertumbuhan pendapatan kami telah sangat melambat," demikian pernyataan Netflix, seperti dikutip dari BBC, Kamis (21/4). "Penetrasi rumah tangga kami yang relatif tinggi—ketika memasukkan sejumlah besar akun berbagi rumah tangga—dikombinasikan dengan persaingan, menciptakan hambatan pertumbuhan pendapatan."
Uji coba
CEO Netflix, Reed Hastings, mengatakan perusahaannya sulit mengakuisisi pelanggan baru di beberapa negara. "Ketika kami berkembang pesat, bukanlah prioritas utama untuk mengerjakan (berbagi akun). Dan sekarang kami bekerja sangat keras untuk itu," kata Hastings kepada para pemegang saham.
Netflix sedang menguji coba fitur tambahan pembayaran di sejumlah negara Amerika Latin demi membatasi tindakan berbagi akun. Nantinya, fitur ini juga akan diperluas ke negara lain.
Sejak bulan lalu, para pengguna di Chili, Kosta Rika, dan Peru harus membayar lebih untuk menambahkan profil pengguna bagi orang-orang di luar rumah tangga mereka. Tambahan berlaku hingga dua profil, dan dikenai harga US$2 sampai US$3 (sekitar Rp30 ribu hingga Rp45 ribu) per bulan.
"Prinsip yang kami miliki adalah meminta anggota kami untuk membayar sedikit lebih banyak untuk berbagi layanan di luar rumah mereka," kata Greg Peters, Kepala Produk Netflix.
Namun, Dominic Sunnebo, analis di firma riset Kantar, mewanti-wanti rencana itu bisa menjadi bumerang pada saat konsumen mencari cara untuk menghemat uang.
"Jika skema untuk melawan berbagi akun bergerak terlalu cepat dan terlalu agresif, itu juga berisiko mengasingkan calon audiens di masa depan. Banyak yang berbagi kata sandi di luar rumah tidak benar-benar sadar bahwa mereka melanggar persyaratan berlangganannya,” ujarnya.
Tantangan persaingan
Di sisi lain, Netflix tengah menghadapi tekanan dari kompetisi yang meningkat. Pesaing, seperti Apple, Walt Disney, dan HBO mulai menggerus dominasinya.
Netflix tidak punya pilihan selain mencoba cara baru untuk meningkatkan keuntungannya demi menenangkan pemegang saham, menurut J. Christopher Hamilton, professor dari Universitas Syracuse yang mempelajari layanan streaming.
“Mereka mampu memainkan peran sebagai pengganggu untuk waktu yang lama. Tapi sekarang bulan madu sudah berakhir dan mereka harus menghadapi kenyataan bisnis,” katanya seperti dikutip dari Asociated Press.
Hamilton percaya versi layanan Netflix dengan harga lebih rendah serta iklan akan diterima dengan baik oleh konsumen yang ingin berhemat. Di saat sama, pelanggan yang membayar lebih mahal juga masih dapat menonton tanpa gangguan.
Meski demikian, Netlix selama ini menganggap iklan hal negatif karena akan menjadi pengalih perhatian dari hiburan yang disediakan.
Kini jumlah pelanggan Netflix secara global 220 juta, lebih banyak ketimbang platform streaming lain.
Kemarin, saham Netflix turun lebih dari 30 persen di bursa saham New York. Pada kuartal pertama tahun ini, perseroan mengalami penurunan laba 6 persen menjadi US$1,6 miliar atau lebih dari Rp22 triliun.