Mining Bitcoin Sekarang Makin Sulit, Begini Faktanya

Tingkat kesulitan Bitcoin tertinggi dalam 17 bulan terakhir.

Mining Bitcoin Sekarang Makin Sulit, Begini Faktanya
Ilustrasi cara menambang Bitcoin. (Shutterstock/Morrowind)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Para penambang Bitcoin tampaknya mesti menerima rentetan kabar buruk dalam waktu yang berdekatan. Selain harga aset digital yang anjlok, kini tingkat kesulitan penambangan Bitcoin pun melonjak ke rekor tertinggi.

Dikutip dari Fortune.com, Selasa (11/10), tingkat kesulitan Bitcoin saat ini melonjak mencapai 13,55 persen, dan dianggap yang terbesar sejak pertumbuhan 21,53 persen pada 2021.

Indikator tingkat kesulitan ini menunjukkan ukuran seberapa sulit untuk menambang blok di jaringan blockchain aset kripto tertentu, menurut Investopedia. Semakin tinggi kesulitan berarti semakin besar daya komputasi tambahan untuk memverifikasi transaksi yang dimaksukkan pada sebuah blockchain.

Di luar kondisi itu, para penambang juga terpukul oleh kondisi pasar aset kripto yang bearish. Menurut data dari Blockchain.com yang dikutip oleh laman Decrypt, pendapatan penambang telah turun 53 persen dari awal tahun.

Sedangkan, pendapatan penambang dalam rata-rata 30 hari tercatat turun menjadi US$19 juta. Itu lebih rendah dari tahun lalu saat pemerintah Cina melakukan penutupan terhadap seluruh operasi penambangan di seluruh negaranya.

Menurut data dari coinmarketcap, saat artikel ini ditulis, nilai Bitcoin hanya mencapai US$19.089, atau melorot dari US$46.311 pada awal tahun (year-to-date/ytd).

Sejumlah alasan

Ilustrasi Bitcoin fisik. (Shutterstock/Kitti Suwanekkasit)

Daniel Frumkin, Direktur Penelitian dan Wawasan Pertimbangan di Braiins, perusahaan pertambangan, menyebut lonjakan tingkat kesulitan penambangan Bitcoin ini disebabkan oleh sejumlah faktor.

Misalnya, masalah pada pengiriman terbaru rig mining atau alat yang dibutuhkan untuk penambangan kepada para penambang.

“Pembangunan infrastruktur besar, yang membutuhkan enam hingga 18 bulan dalam pembuatan, terus diselesaikan, memungkinkan lebih banyak perangkat keras generasi baru untuk dipasang,” ujar Frumkin kepada Fortune.com.

Faktor selanjutnya yakni harga rig penambangan canggih telah menurun seiring dengan harga Bitcoin dalam beberapa bulan terakhir.

“Penambang yang membeli perangkat keras dengan “harga tinggi pada 2021 dan awal 2022” memiliki “biaya produksi marjinal di bawah harga Bitcoin, tetapi total biaya produksi mendekati atau bahkan di atas harga Bitcoin,” kata Frumkin.

Kesulitan penambangan yang meningkat ini secara keseluruhan akan merugikan banyak penambang. Sebab, mereka berjuang untuk mempertahankan margin keuntungan selama kondisi pasar yang turun.

“Penambang akan tetap online selama biaya marjinal mereka untuk menambang satu Bitcoin di bawah harga Bitcoin, tetapi mereka tidak benar-benar menguntungkan saat memperhitungkan biaya perangkat kerasnya,” kata Frumkin. “Banyak penambang saat ini berada dalam situasi ketika margin keuntungan yang tertekan sangat menyakitkan, sehingga tidak mungkin mencapai titik impas pada pembelian perangkat keras baru-baru ini. Tetapi, mereka belum mencapai level yang akan memaksanya untuk mati total.”

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina