Jakarta, FORTUNE – Survei terbaru dari Resumbuilder.com menyiratkan potensi ancaman ChatGPT terhadap pekerjaan manusia, terlebih di Amerika Serikat (AS).
Pasalnya, banyak perusahaan AS yang mulai mengadopsi platform chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) itu untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan, demikian lansiran Fortune.com, Senin (27/2).
Sejak kemunculannya pada November 2022, ChatGPT telah memancing diskusi di sana sini, mulai dari perdebatan perkara etika di sekolah maupun ruang redaksi, sampai diskusi panjang melalui sebuah utas di Twitter. Dan, platform tersebut kini tampaknya telah masuk ke ranah perusahaan.
Pada awal bulan ini, platform pekerjaan Resumebuilder.com melakukan jajak pendapat terhadap 1.000 pemimpin bisnis yang perusahaannya berencana atau sudah mengggunakan ChatGPT. Survei ini dilakukan tidak lama setelah OpenAI, perusahaan pengembang ChatGPT, merilis versi platformnya yang lebih stabil.
Menurut jajak pendapat, nyaris 50 persen dari responden perusahaan telah menggunakan ChatGPT. Dari kelompok tersebut, kira-kira setengahnya menyatakan chatbot telah menggantikan pekerja di perusahaannya.
“Ada banyak kegembiraan terkait penggunaan ChatGPT,” kata Kepala Penasihat Karir Resumebuilder.com Stacie Haller dalam sebuah pernyataan. “Karena teknologi ini baru saja meningkat di tempat kerja, para pekerja pasti harus memikirkan bagaimana hal itu dapat memengaruhi tanggung jawab pekerjaan mereka saat ini.”
Kasus penggunaan
Menurut jajak pendapat itu juga, para pemimpin bisnis menyatakan perusahaannya menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan seperti menulis kode (66 persen), copywriting dan pembuatan konten (58 persen), dukungan pelanggan (57 persen), dan membuat ringkasan rapat serta dokumen lain (52 persen).
Dalam proses perekrutan, 77 persen perusahaan yang menggunakan ChatGPT menyatakan mereka memafaatkannya untuk membantu menulis deskripsi pekerjaan, 66 persen untuk menyusun permintaan wawancara, dan 65 persen untuk menanggapi lamaran.
“Secara keseluruhan, sebagian besar pemimpin bisnis terkesan dengan pekerjaan ChatGPT,” begitu bunyi riset ResumeBuilder.com. “55 persen mengatakan kualitas pekerjaan yang dihasilkan oleh ChatGPT 'luar biasa', sedangkan 34% mengatakan 'sangat bagus.'”
Meski para pemimpin bisnis berpandangan positif terhadap potensi ChatGPT pada masa mendatang, platform itu secara keseluruhan harus menelan kritik dari berbagai kalangan. Sebab, ChatGPT dikhawatirkan menyimpan risiko kecurangan dan plagiarisme, bias rasisme dan seksisme, serta akurasi.
CEO OpenAI, Sam Altman, pernah memperingatkan bahwa ChatGPT tidak boleh diandalkan untuk “sesuatu yang penting”. Dalam sebuah utasnya di Twitter baru-baru ini, dia menyampaikan kekhawatirannya ihwal bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi AI serta perkembangannya di masa mendatang.
Terlepas dari itu, jajak pendapat tersebut menyiratkan bahwa ChatGPT sulit untuk dilewatkan oleh perusahaan. Buktinya, 93 persen darinya berencana untuk memperluas penggunaan chatbot.
Terlebih, hampir semua perusahaan yang menggunakan penggunaan ChatGPT berhasil menghemat anggaran: 48 persen berhemat lebih dari $50.000, dan 11 persen berhemat lebih dari $100.000.
“Sama seperti teknologi yang telah berkembang dan menggantikan pekerja selama beberapa dekade terakhir, ChatGPT dapat memengaruhi cara kita bekerja. Seperti halnya semua teknologi baru, penggunaan ChatGPT oleh perusahaan akan terus berkembang, dan ini baru pada awalnya, ” kata Haller.