Jakarta, FORTUNE - Seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, kompleksitas dan frekuensi kejahatan dalam transaksi keuangan atau Fraud finansial memang terus meningkat.
Riset terbaru GBG mengungkapkan bahwa 56 persen bisnis di Indonesia telah menjadi korban dari berbagai bentuk fraud digital. Tren yang mengkhawatirkan ini mencerminkan pergeseran tren digital, di mana para penjahat memanfaatkan teknologi terbaru seperti AI dan deepfakes untuk menjebol sistem keamanan dan mengeksploitasi kelemahan digital.
"Fraud berkembang cepat dan semakin mengkhawatirkan di Indonesia," ujar Bernardi Susastyo selaku GM Asia dan Fraud APAC GBG, melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (15/11).
Ini jenis-jenis fraud yang bisa menyerang bisnis
Temuan terbaru dari Fraud Typologies Whitepaper GBG mengungkap peningkatan signifikan dalam aktivitas fraud, berupa pencurian identitas, fraud sintetis, dan
serangan social engineering yang semakin canggih.
Salah satu tipe yang paling umum adalah Fraud Identitas Sintetis, di mana para pelaku kriminal menggabungkan data asli dan palsu untuk menciptakan identitas baru yang menyebabkan kerugian besar terhadap kredibilitas bisnis dan keamanan data.
"Bisnis harus mempertimbangkan ulang pendekatan mereka terhadap pencegahan Fraud dengan mengintegrasikan sistem deteksi yang adaptif dan cerdas," kata Bernardi.
Kasus pencurian identitas telan kerugian Rp500 miliar
Pada tahun 2023 saja, Indonesia mencatat kenaikan 25 persen dalam kasus pencurian identitas, yang menyebabkan kerugian lebih dari Rp500 miliar menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bernardi menyebut, era metode verifikasi secara sederhana sudah tak lagi dapat digunakan. "Saat ini, perusahaan memerlukan alat canggih untuk tetap berada selangkah di depan para pelaku fraud, yang menggunakan taktik canggih seperti pencurian identitas berbasis AI dan phishing," katanya.
Untuk mengatasi ancaman ini, whitepaper GBG mengidentifikasi beberapa langkah penting yang dapat diambil oleh bisnis, antara lain:
- Meningkatkan sistem verifikasi identitas dengan AI dan machine learning untuk mendeteksi pola halus perilaku pengguna.
- Memberikan edukasi kepada tim tentang ancaman social engineering seperti phishing dan smishing, yang mempengaruhi 67 persen bisnis tahun sebelumnya.
- Menerapkan pemantauan Fraud secara berkelanjutan untuk menangkap aktivitas mencurigakan sejak dini, sebelum eskalasi dilakukan lebih lanjut.