Riset GBG: 56% Bisnis RI Pernah jadi Korban Fraud Digital

Kasus fraud identitas telan kerugian Rp500 miliar

Riset GBG: 56% Bisnis RI Pernah jadi Korban Fraud Digital
Riset GBG : 56% Bisnis RI Pernah jadi Korban Fraud Digital/Dok GBG
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia memicu peningkatan kejahatan finansial.
  • Riset GBG: 56% bisnis di Indonesia menjadi korban fraud digital.
  • Penjahat manfaatkan teknologi AI dan deepfakes untuk menjebol sistem keamanan.

Jakarta, FORTUNE - Seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, kompleksitas dan frekuensi kejahatan dalam transaksi keuangan atau Fraud finansial memang terus meningkat. 

Riset terbaru GBG mengungkapkan bahwa 56 persen bisnis di Indonesia telah menjadi korban dari berbagai bentuk fraud digital. Tren yang mengkhawatirkan ini mencerminkan pergeseran tren digital, di mana para penjahat memanfaatkan teknologi terbaru seperti AI dan deepfakes untuk menjebol sistem keamanan dan mengeksploitasi kelemahan digital. 

"Fraud berkembang cepat dan semakin mengkhawatirkan di Indonesia," ujar Bernardi Susastyo selaku GM Asia dan Fraud APAC GBG, melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (15/11).

Ini jenis-jenis fraud yang bisa menyerang bisnis

Ilustrasi Fraud. (Pixabay/geralt)

Temuan terbaru dari Fraud Typologies Whitepaper GBG mengungkap peningkatan signifikan dalam aktivitas fraud, berupa pencurian identitas, fraud sintetis, dan
serangan social engineering yang semakin canggih. 

Salah satu tipe yang paling umum adalah Fraud Identitas Sintetis, di mana para pelaku kriminal menggabungkan data asli dan palsu untuk menciptakan identitas baru yang menyebabkan kerugian besar terhadap kredibilitas bisnis dan keamanan data. 

"Bisnis harus mempertimbangkan ulang pendekatan mereka terhadap pencegahan Fraud dengan mengintegrasikan sistem deteksi yang adaptif dan cerdas," kata Bernardi. 

Kasus pencurian identitas telan kerugian Rp500 miliar

Ilustrasi Fraud Industri Keuangan/Shutterstock SMX12

Pada tahun 2023 saja,  Indonesia mencatat kenaikan 25 persen dalam kasus pencurian identitas, yang menyebabkan kerugian lebih dari Rp500 miliar menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Bernardi menyebut, era metode verifikasi secara sederhana sudah tak lagi dapat digunakan. "Saat ini, perusahaan memerlukan alat canggih untuk tetap berada selangkah di depan para pelaku fraud, yang menggunakan taktik canggih seperti pencurian identitas berbasis AI dan phishing," katanya. 

Untuk mengatasi ancaman ini, whitepaper GBG mengidentifikasi beberapa langkah penting yang dapat diambil oleh bisnis, antara lain: 

  1. Meningkatkan sistem verifikasi identitas dengan AI dan machine learning untuk mendeteksi pola halus perilaku pengguna. 
     
  2. Memberikan edukasi kepada tim tentang ancaman social engineering seperti phishing dan smishing, yang mempengaruhi 67 persen bisnis tahun sebelumnya. 
     
  3. Menerapkan pemantauan Fraud secara berkelanjutan untuk menangkap aktivitas mencurigakan sejak dini, sebelum eskalasi dilakukan lebih lanjut.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

10 Rekomendasi TWS Terbaik 2024 di Bawah 500 ribu
Cara Daftar Franchise J&T: Syarat, Biaya Agen, dan Keuntungannya
Saldo Minimal Bank BNI Berdasarkan Jenis Tabungannya
Apa itu Valuasi Saham? Ini Arti, Cara Menghitung dan Indikatornya
Apa itu PEN? Ini Arti, Manfaat, dan 6 Programnya
5 Rekomendasi HP Android Setara iPhone 14 Pro Max