Masalah Besar di Amazon Bukan Sekadar PHK Massal
Merambat ke respons kasar pelanggan hingga kehadiran AI.
Jakarta, FORTUNE – 'Badai' pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di perusahaan teknologi global, Amazon, ternyata makin membesar. Respons kasar pelanggan dan ketakutan terhadap teknologi AI (artificial intelligence), membayangi janji Amazon tentang ‘obsesi pada pelayanan pelanggan’.
Fortune.com memberitakan bahwa 'badai' PHK ini menghasilkan sejumlah kekhawatiran lain bagi para karyawan Amazon yang terkait dengan pelayanan.
“Penderitaan yang dialami manajer layanan pelanggan Amazon bisa menjadi gambaran perubahan yang lebih luas tentang tenaga kerja perusahaan di seluruh dunia,” seperti dikutip dari Fortune, Senin (10/6).
Kabar ini berkenaan dengan langkah Amazon memecat lebih dari 100 karyawan pada level menengah—divisi Customer Service—pada pertengahan Mei 2024. Sayangnya, banyak dari mereka mengaku tidak tahu-menahu tentang masalah pemecatan ini.
Selanjutnya, pertanyaan tentang apa yang akan terjadi berikutnya di divisi customer service Amazon pun ramai dibicarakan oleh para karyawan di pusat panggilan dan kantor virtual dari AS, Kosta Rika, hingga India.
“Akankah Amazon terus mengalihdayakan lebih banyak interaksi pelanggan ke perusahaan pihak ketiga? Apakah karyawan saat ini secara tidak sadar melatih pengganti AI dengan kedok perangkat lunak baru yang memaksa manajemen untuk menggunakannya? Seberapa jauhkah otomatisasi penuh atas peran mereka?” demikian laporan Fortune menggambarkan kebingungan para karyawan.
Dipandang rendahan
Meski Amazon mengaku telah memberikan kompensasi kepada karyawan yang dipecat, mulai dari gaji dan pesangon sampai dengan pemindahan ke peran lain di luar customer service (CS), tapi sejumlah karyawan di divisi pelayanan pelanggan tetap merasa kurang aman dan khawatir.
“Kami adalah orang-orang tingkat rendah, orang-orang yang memerlukan biaya,” kata seorang manajer layanan pelanggan kepada Fortune.
Amazon sebelumnya mengatakan kepada Fortune bahwa restrukturisasi tersebut dimaksudkan untuk membantu memperkecil kesenjangan antara tingkat manajemen yang lebih tinggi dan pelanggan.
Namun, beberapa manajer dan agen garis depan yang berbicara dengan Fortune mengungkapkan kekhawatirannya mengenai seberapa besar beban kerja manajer yang tersisa akan meningkat, dan bagaimana peningkatan pelanggan dari agen garis depan mungkin akan hilang begitu saja.
Kata-kata pedas
Kekhawatiran para karyawan pun berlanjut dengan sistem pemenuhan pelayanan yang berfokus pada pelanggan, yang semakin memberatkan mereka. Karyawan lama mengatakan lingkungan yang berfokus pada biaya ini telah memperburuk apa yang dianggap sebagai krisis kesehatan mental di kalangan agen CS Amazon.
Mereka mengatakan perubahan dramatis dimulai pada masa-masa awal pandemi Covid-19, ketika pelanggan yang tak bisa keluar rumah mulai melontarkan kata-kata pedas via telepon. Bahkan, kata-kata makian yang mengandung kata-kata kotor sudah menjadi hal lumrah saat itu.
Amazon, menurut salah seorang karyawan, mempersulit agen layanan pelanggan untuk memberikan konsesi kepada pelanggan. Hal ini seiring dengan merebaknya pelanggan yang jadi korban penipuan dan makin banyaknya penipu yang ada di jajaran pelanggan.
“Ini bukan layanan pelanggan seperti yang orang-orang kenal di Amazon,” kata salah satu karyawan.
Menanggapi situasi ini, juru bicara Amazon, Margaret Callahan, mengatakan perusahaannya sangat peduli dengan pengalaman karyawan dengan program dan sumber daya untuk karyawan yang menghadapi interaksi yang ‘sulit’ atau kasar, dan bahwa CSA dapat menghentikan percakapan pelanggan jika peringatan tidak mengekang perilaku pelanggan.
Amazon juga membantah klaim dari karyawan lama dan manajer bahwa lebih sulit bagi mereka untuk memberikan konsesi kepada pelanggan dibandingkan di masa lalu, namun mencatat bahwa perusahaan telah berupaya selama dua tahun terakhir untuk lebih konsisten menerapkan kebijakan konsesinya pada berbagai pasar di seluruh dunia.
Kehadiran teknologi AI
Situasi sulit para pekerja semakin terasa ketika perangkat berteknologi AI hadir dan membuat para pemimpin Amazon mengarahkan agar agen layanan pelanggan secara eksklusif menggunakan alat perangkat lunak internal baru untuk menyelesaikan masalah pelanggan.
Masalah dengan program ini, menurut karyawan dan manajer garis depan, adalah bahwa alat tersebut lambat dan belum sempurna. Karyawan pun jadi kesulitan dalam menelusuri riwayat pelanggan Amazon.
Alur tanya-jawab baru yang kini harus diikuti oleh agen dianggap aneh dan tak perlu oleh sebagian pekerja.
Para karyawan pun khawatir bahwa apa yang mereka hadapi saat ini adalah proses untuk melatih layanan berteknologi AI.
Manajer layanan pelanggan lama lainnya saat ini menyatakan kepada Fortune bahwa atasan mereka telah mengkonfirmasi hal tersebut.
“Ia belajar,” kata manajer lama tentang perangkat lunak tersebut. “Kami sedang melatih AI. Ini bukan spekulasi.”
Akhirnya, dari PHK yang baru-baru ini terjadi, stres dan pelecehan verbal yang sering mereka alami, hingga ketidakpuasan mereka terhadap alat kerja baru, karyawan layanan pelanggan Amazon bertanya-tanya, apakah para eksekutif perusahaan menyadari penderitaan mereka.
“Saya sangat bersemangat untuk bergabung dengan perusahaan ini bertahun-tahun yang lalu. Saya pikir kami revolusioner pada saat itu,” kata seorang manajer lama kepada Fortune. “Sekarang, kami sama saja dengan orang lain.”