E-commerce JD.Com Bakal Hengkang dari Pasar RI & Thailand, Ada Apa?
Dikabarkan kalah saing dengan pemain e-commerce lain.
Jakarta, FORTUNE – JD.Com dikabarkan bakal hengkang dari pasar Indonesia dan Thailand. Niat perusahaan e-commerce yang berbasis di Cina itu meruap sebagai reaksi atas perlambatan bisnis lokapasar di kedua negara Asia Tenggara tersebut.
Laman South China Morning Post (SCMP) mengabarkan, Kamis (1/12), JD.Com tengah mencari investor yang berminat untuk membeli kepemilikan sahamnya di JD.ID. Di Indonesia sendiri saham JD.ID dikendalikan oleh JD.Com dan Provident Capital Partners.
Raksasa e-commerce itu disebut-sebut akan melepas pula sahamnya di JD Central Thailand. Dalam mengembangkan operasional bisnisnya di negara tersebut, JD.Com bermitra dengan Central Group, perusahaan pengembang ritel dan properti.
JD.com berniat mundur untuk mengurangi kerugianya di pasar Asia Tenggara karena tidak merasa puas dengan pertumbuhan penjualan di Indonesia maupun Thailand dalam beberapa tahun terakhir. Mereka kemungkinan akan berkonsentrasi untuk memperkuat bisnisnya di dalam negeri.
Perlambatan e-commerce
Menurut SCMP, keputusan JD.Com untuk keluar dari Indonesia dan Thailand mencerminkan perlambatan pertumbuhan e-commerce di wilayah tersebut, yang sebagian besar disebabkan oleh peningkatan biaya hidup.
Pendiri dan Kepala Eksekutif Momentum Works, Jianggan Li, berpendapat konsumen di seluruh Asia Tenggara telah memperketat pengeluarannya. Dia menyebut apresiasi dolar Amerika Serikat (AS) telah merugikan mata uang lokal di seluruh wilayah. Pada gilirannya, kenaikan harga produk impor dan bahan bakar tidak dapat dihindari.
JD.ID pada awal tahun telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 200 karyawan demi menekan biaya. Perseroan itu juga menyetop perekrutan karyawan baru.
Penjualan JD.ID disebut stagnan dan diperkirakan terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor seperti kampanye yang tidak berjalan efektif selama pandemi Covid-19, serta pendekatan lokalisasi yang tidak tepat. Namun begitu, JD.ID dikabarkan tengah berfokus memperbaiki arus kasnya dan berupaya menggapai margin positif.
Sementara itu, JD Central telah terbelit kerugian hingga 1 miliar yuan sejak diluncurkan pada 2017.
Faktor kompetisi dengan pemain e-commerce lain juga berpengaruh. Di Indonesia, menurut data dari situs iPrice, JD.ID hanya menempati peringkat ke-10 e-commerce dengan jumlah pengunjung bulanan terbanyak, kalah dari Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli, dan Bukalapak. Di Thailand, JD Central terus dipepet Shopee dan Lazada Group.
Padahal, pendiri perusahaan, Richard Liu Qiangdong, telah melakukan perubahan organisasi pada bisnis inti JD Retail grup. Dia mendorong platform online tersebut untuk kembali ke strategi utama, seperti harga terjangkau dan layanan berkualitas.
JD.com membukukan laba bersih 6 miliar yuan pada Q3/2022, atau berbanding terbalik dari rugi 2,8 miliar yuan pada periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Kinerja itu disinyalir diraih berkat peningkatan efisiensi pada berbagai bisnisnya. Pendapatannya naik 11,4 persen yoy menjadi 243,5 miliar yuan.