TECH

Kasus eFishery dan Investree: Peluang Berbenah

Kasus seperti ini tak hanya terjadi di Indonesia.

Kasus eFishery dan Investree: Peluang BerbenahInvestree. (investree.id)
12 February 2025

Jakarta, FORTUNE - Dugaan fraud pada EFishery dan kasus hukum yang menimpa Investree memaksa ekosistem Startup digital Indonesia berbenah. Valuasi yang membumbung nyatanya bukan jaminan untung. Para pemodal pun menjadi lebih berhati-hati.

Selain eFishery dan Investree, beberapa startup lokal lain menghadapi  problem adalah Tanifund, iGrow, dan TekenAja. Namun, kasus-kasus  serupa sejatinya tak hanya terjadi di Indonesia. 

Pada 2023, Fortune pernah mengulas kisah Caroline Ellison, CEO Alameda Research dan Sam Bankman-Fried. Mereka terbukti bersalah atas penipuan keuangan terbesar di AS yang mengakibatkan runtuhnya bursa trading kripto, FTX.

Perusahaan healthtech AS dengan solusi tes darah untuk mengidentifikasi penyakit, Theranos, juga runtuh walau sudah berstatus decacorn. Itu karena Elizabeth Holmes menutupi fakta bahwa alat  pengujian mereka tak akurat dan belum layak diuji publik.

“Beberapa kejadian belakangan ini, investornya bukan investor kecil, dan bukan lokal saja. Ada regional, global, besar, dan ukuran pendanaannya sangat fantastis,” kata Managing Partner East Ventures, Roderick Purwana (17/1).

Salah satu penyebabnya, tekanan dari para pemangku kepentingan. Roderick mencontohkan di Indonesia, fokus kerja startup dalam 5–10 tahun terakhir adalah pertumbuhan eksponensial. Sebagian mungkin sanggup merealisasikannya. Bagaimana dengan yang tak bisa? Skenario terburuknya adalah mengambil jalan pintas yang mungkin saja menyesatkan. 

Di sini lah, menurut Roderick, pentingnya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) dari semua pihak di industri. Baik itu pendiri startup sebagai pengelola bisnis, maupun investor yang menetapkan target dan ekspektasi.

Pendiri startup, sebagai pondasi perusahaan, harus mengutamakan karakter, integritas, kapabilitas, dan punya gairah kerja. Untuk itu, East Ventures selalu mengutamakan dua faktor utama dalam memilih calon portofolio: pendiri dan potensi bisnis.

Selain itu, mereka punya dua kategori pendanaan: awal (seed) dan pertumbuhan (growth). Mayoritas perusahaan di tahap pertumbuhan East Ventures pun sudah didanai sejak tahap awal. Dan, pondasi tentang pentingnya GCG itu telah ditanamkan sejak mula.

“Hubungan kami dengan perusahaan yang dibina itu sejak awal sekali. Desain awalnya jadi sudah benar,” katanya.

Di sisi lain, para investor juga mesti disiplin melakukan uji tuntas (due diligence) startup secara berkelanjutan. Baik dari sisi operasional, keuangan, maupun hukum. Jika memungkinkan, lakukan uji tuntas dengan sumber daya internal. Bila tidak, gunakan bantuan pihak ketiga yang terpercaya.

Terkadang, memang ada kesepakatan yang jadi magnet sehingga membuat pemodal potong kompas. Ditambah, portofolio tiap pemodal umumnya cukup banyak, rata-rata 20–30 perusahaan, dengan nominal pendapatan yang berbeda. Apalagi, biaya due diligence juga tak kecil.

“Memang itu hal-hal yang memakan biaya cukup besar, tapi ya, dalam jangka panjang itu akan mengurangi sakit kepala,” kata Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo), Eddi Danusaputro (16/1).

Selain itu, komunikasi perusahaan modal ventura dengan para LP (limited partner) juga mesti dipertahankan. Tujuannya, memastikan transparansi penggunaan dana. Salah satu caranya, manajemen portofolio secara berkala.

Yang tak boleh dilupakan juga: menjaga ekspektasi atas investasi. “Kalau Anda punya 0,5 persen, dibanding 5 persen atau 50 persen, tentu hak dan kewajibannya juga beda-beda. Kalau 0,5 persen mungkin lebih pasif, tidak ada yang salah dengan itu,” kata Eddi. “Kembali lagi ke masing-masing investor untuk bedakan antara aktif versus pasif [sesuai jumlah investasi].”

Wakil Ketua IV Amvesindo, Rama Mamuaya mengatakan, harus ada penyesuaian perspektif dari investor. Contoh, dari segi valuasi perusahaan. Khususnya di tengah koreksi pasar yang terjadi. Berdasarkan Data Vantage DealStreetAsia, volume pendanaan ekuitas privat di Indonesia turun 33,6 persen menjadi 85 pada 2024. Itu mencakup 81 investasi tahap awal dan 4 tahap akhir.

Related Topics

    © 2025 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.