Smelter Rampung, Bos PTFI Sayangkan Industri Hilir Belum Siap

PTFI dorong peningkatan konsumsi tembaga dalam negeri.

Smelter Rampung, Bos PTFI Sayangkan Industri Hilir Belum Siap
Tony Wenas. (dok. pribadi)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Fortune Recap

  • Permintaan katoda tembaga dalam negeri masih minim, dengan sebagian besar produksi diekspor ke luar negeri.
  • Peningkatan konsumsi katoda tembaga diharapkan dari industri baterai kendaraan listrik dan pembangunan jaringan transmisi PLN.

Jakarta, FORTUNE - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI), Tony Wenas, kembali menyuarakan pentingnya membangun industri hilir tembaga dalam negeri.

Pasalnya, sejumlah smelter tembaga berkapasitas produksi jumbo telah rampung dan siap beroperasi—termasuk fasilitas baru perusahaannya di JIPEE Gresik, Jawa Timur.

Sementara itu, hingga saat ini permintaan industri dalam negeri masih sangat minim.

"Intinya adalah bahwa industri lebih hilirnya mana? Ini sudah lima tahun kita bangun (smelter). Dari awal kita membangun sudah dikumandangkan hal ini. Persoalannya mungkin adalah bukan konsumsi tembaga Indonesia yang kecil, tapi konsumsi katoda tembaga Indonesia yang kecil," ujarnya  dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024, Selasa (8/10).

Minimnya konsumsi tersebut terbukti dari rendahnya serapan katoda tembaga yang dihasilkan PT Smelting, smelter lama milik PTFI.

Hingga saat ini, ada 150.000 ton katoda tembaga PT Smelting yang dijual ke luar negeri, sementara hanya 200.000 ton yang dikonsumsi industri dalam negeri.

"150.000 masih diekspor. Totalnya tiga perempat (produksi PT Smelting) diekspor, kalau digabung dengan punya Amman," ujarnya.

Meski demikian, kata Tony, membangun industri hilir memang tidak mudah. Pekerjaan rumah bagi pemerintahan baru ini harus diselsaikan dengan lebih terintegrasi, melibatkan seluruh kementerian/lembaga serta stakeholder terkait.

Ia mencontohkan tembaga dibutuhkan dalam komponen ducting air conditioner (AC), namun hingga kini belum ada industri yang memproduksinya di dalam negeri.

"Itu menjadi bagian dari AC yang diproduksi luar negeri. Dia masuknya, kadar tembaganya tinggi. Tapi masuknya bukan sebagai katoda tembaga. Dan itulah, berbagai cabling lainya juga. Contoh dalam satu unit electronic processor, unit dari mobil itu, banyak kabelnya tapi masih diimpor. Tapi impornya bukan impor tembaga. Dengan kandungan tembaga yang signifikan, kalau itu kemudian diproduksi dalam negeri tentunya konsumsi katoda tembaganya akan meningkat," ujar Tony.

Ia juga melihat potensi besar peningkatan konsumsi katoda tembaga dalam negeri, seiring dengan peningkatan elektrifikasi. Industri baterai kendaraan listrik (electric vehicle) misalnya, 10 persen komponennya membutuhkan katoda tembaga.

Demikian pula untuk keperluan pembangunan jaringan transmisi PLN, yang dapat menyalurkan listrik dari pembangkitan energi baru terbarukan ke pusat-pusat permintaan.

"Kalau PLN jadi membangun 47.000 km jalur transmisi baru dan menggunakan katoda tembaga dalam negeri. Ini akan sangat pas, untuk jalur transmisinya. Dan juga kalau dari produksi (smelter) kami, hampir 1 juta ton per tahun itu bisa untuk membangun 200 GW solar panel dalam satu tahun. Jadi, bisa bayangkan bagaimana banyaknya sehingga memang diperlukan joint effort seluruh kementerian seluruh stakeholder agar  industri yang lebih hilir lagi muncul di Indonesia," katanya.

Magazine

SEE MORE>
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024

IDN Channels

Most Popular

5 Perbedaan JKN, KIS dan BPJS Kesehatan, Harus Tahu!
Riset: Gaji Pekerja Startup di Indonesia Menurun Tajam Sepanjang 2023
Jokowi: Deflasi dan Inflasi Harus Tetap Seimbang dan Terkendali
Kisi-Kisi Antrean IPO Awal Oktober, Ada 30 Perusahaan
Kurs Rupiah terhadap Dolar Hari Ini, 7 Oktober 2024: Melemah 0,92%
OJK Sebut Paylater Sebabkan Anak Muda Terlalu Banyak Utang