Jakarta, FORTUNE - Schneider Electric™️mengungkap sejumlah tantangan dan kendala perusahaan Indonesia untuk Dekarbonisasi.
Hal itu terungkap dalam survei tahunan Schneider Electric denga tema Green Impact Gap 2024, yang dilakukan di sembilan negara Asia dengan melibatkan 4.500 pemimpin bisnis, termasuk Indonesia.
Tantangan dekarbonisasi perusahan Indonesia berupa keterbatasan ketersediaan energi bersih atau Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang belum mencukupi kebutuhan sebesar 39 persen, kendala operasional, kebijakan, dan finansial masing-masing 32 persen, serta minimnya akses terhadap data yang memadai sebesar 29 persen.
“Kendala utama yang sering kami temui adalah keterbatasan data operasional yang menyebabkan para pelaku bisnis kesulitan dalam memetakan masalah dan mengambil langkah strategis dalam memulai aksi keberlanjutan," kata Martin Setiawan, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste saat menghadiri Innovation Day 2024, di Jakarta, (7/11).
Ada gap strategi dekarbonisasi perusahaan
Tantangan itu, lanjut Martin, membuat terjadinya gap strategi bisnis dekarbonisasi dalam perusahaan. Dalam survei itu tercatat, kesadaran perusahaan dari tujuan keberlanjutan mencapai 98 persen, namun baru 51 persen yang memiliki rencana aksi yang jelas termasuk upaya dekarbonisasi.
Dalam kesempatan ini, Schneider Electric juga memperkenalkan konsultasi audit energi, EcoConsult Energy Efficiency untuk membantu perusahaan-perusahaan di Indonesia mendapatkan wawasan berbasis data atas konsumsi energi dalam kegiatan operasionalnya. Dengan inovasi ini, perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang efektif dalam mengoptimalkan penggunaan energi mereka secara efisien, dan mengurangi pemborosan energi.
“Kami ingin menjangkau lebih banyak pelaku bisnis dan komunitas untuk bersama-sama mengakselerasi aksi nyata menuju keberlanjutan,” lanjut Martin Setiawan.
38% perusahaan bakal invest US$1 juta untuk keberlanjutan
Selain itu, dalam survei itu juga terungkap bahwa 38 persen erusahaan di Indonesia menyatakan berencana menginvestasikan lebih dari US$1 juta untuk meningkatkan keberlanjutan operasional mereka dalam dua tahun ke depan.
Dengan alokasi anggaran untuk digitalisasi sebesar 44 persen dan keberlanjutan rantai pasokan 43 persen menjadi dua fokus utama dalam investasi ini.
Dalam acara tahunan ini, Schneider Electric juga mengumumkan kerjasama strategis dengan PT Starvo Global Energi dan PT Haleyora Power dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia melalui penyediaan SPKLU.
Schneider Electric juga menandatangani kerjasama strategis dengan Kawasan Tunas Batam, dan INKINDO (Ikatan Nasional Konsultan Indonesia) dalam hal pengembangan kompetensi kelistrikan dan efisiensi energi. Schneider Electric juga menunjukkan komitmennya dalam pengembangan kurikulum otomasi industri dan transfer pengetahuan untuk Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kolaborasi ini merupakan bagian dari inisiatif Impact Makers Schneider Electric dimana perusahaan mengajak pelanggan, mitra, komunitas, dan pemangku kebijakan untuk mengakselerasi aksi iklim, mengubah ambisi menjadi aksi dalam kaitan otomasi, elektrifikasi, dan digitalisasi.