Menilik Potensi Bioenergi, Strategis Namun Berbiaya Tinggi
Bioenergi jadi solusi energi tanpa emisi.
Jakarta, FORTUNE – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTK) menyatakan, Indonesia memiliki potensi bioenergi yang dapat dikembangkan dalam bentuk limbah organik. Sumber energi baru terbarukan (EBT) ini dianggap sebagai yang paling lengkap untuk dapat menggantikan kedudukan bahan bakar fosil.
Menurut Fahmy Radhi, pengamat energi yang juga pengajar di Universitas Gajah Mada, biogas merupakan salah satu sumber bauran EBT yang cukup strategis. “Hanya, untuk memproduksinya, kita butuh teknologi untuk bisa mengembangkan biogas,” ujarnya saat diwawancara Fortune Indonesia (15/12).
Menurutnya, pengembangan teknologi dalam pewujudkan EBT membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, bioenergi sebenarnya hanyalah salah satu jenis pilihan dari sekian banyak ragam EBT yang terdapat di Indonesia.
Indonesia, kata Fahmy, masih terus mengembangkan energi yang berasal dari matahari, angin, air, maupun gelombang laut. “Bila semua hanya dibebankan kepada bioenergi saja, ya jadi tidak memadai,” katanya. “Saya kira, masing-masing (sumber EBT) punya kelebihan dan kekurangan.”
Bioenergi dan dukungan capaian net zero emission
Sementara itu, Andrian Feby, Direktur Bioenergi Ditjen EBTK, dalam keterangan pers mengatakan, sepanjang 2020, ada lebih dari 50 persen capaian bauran energi Indonesia merupakan hasil kontribusi dari sektor bioenergi. “Ini satu-satunya sumber energi bersih yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik maupun non-listrik,” katanya.
Antara (15/12) menuliskan bahwa bioenergi dapat mendukung pencapaian target net zero emission yang dicanangkan pemerintah Indonesia. Selain itu, masih banyak lagi keuntungan yang cukup strategis dari penerapan penggunaan biogas sebagai sumber EBT.
Keuntungan pengembangan biogas
Charlotte Morton, CEO Asosiasi Biogas Dunia (WBA), menyebutkan bahwa optimalisasi biogas di Indonesia berpotensi menggantikan 68 persen permintaan gas alam dan menurunkan emisi hingga 12,1 persen. Hal ini juga berdampak positif terhadap perekonomian dalam negeri dengan tersedianya sekitar 160 ribu peluang pekerjaan.
“Limbah organik yang tidak dikelola dengan baik, dapat menjadi sebuah masalah global. Sebaliknya, jika dikelola dengan optimal, limbah organik memiliki nilai ekonomi yang tinggi,” kata Charlotte seperti dikutip Antara.
Peluang sawit dukung pengembangan bioenergi
Fahmy mengatakan, tenaga angin dan matahari memiliki potensi yang besar dikembangkan sebagai sumber energi, kendati sifatnya tidak bisa terus-menerus. Sedangkan, bioenergi relatif punya kelebihan, karena dihasilkan dari hasil keseharian kehidupan dan budidaya manusia, seperti limbah organik maupun pencampuran dengan minyak sawit.
“Khusus untuk biogas, saya kira ini cukup strategis, karena kita punya sumber yang cukup besar untuk memproduksi biogas,” kata Fahmy menjelaskan. “Seperti yang dilakukan Pertamina, itu kan B20, B30, itu kan percampuran antara diesel dengan sawit dan kita punya sawit dalam jumlah yang besar dan menjadi peluang.”
Namun kembali lagi, biaya untuk pengembangan teknologi masih jadi kendala. Kendati, Indonesia memiliki hasil perkebunan sawit yang besar, namun investasi dalam hal teknologi masih menemui berbagai hambatan. Salah satu yang terbesar adalah banyaknya negara maju yang menentang pengembangan industri sawit karena dianggap merusak ekosistem tanah dan hutan.